Saturday 26 September 2015

SEPUCUK SURAT UNTUK PRESIDEN RI DARI SEORANG PENGGUNA LINUX INDONESIA

Kepada Yth. Presiden RI 

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Presiden RI yang terhormat, sebelumnya saya mohon maaf atas kelancangan dan ketidaksopanan saya ini. Mohon maaf juga bila surat (yang mungkin dianggap tidak penting) ini mengganggu kesibukan njenengan. Sekali lagi saya mohon maaf.

Nama saya Rania, salah satu dari sekian juta rakyat njenengan yang tinggal dan hidup selama bertahun-tahun di Indonesia, negara yang njenengan pimpin saat ini. selain sebagai seorang rakyat, saya mengirim surat ini juga sebagai seorang pengguna Linux tanah air.

Mungkin njenengan tak peduli dan kurang begitu tertarik dengan barang yang namanya Linux, namun menurut pribadi saya, eksistensi Linux di negera ini cukup penting untuk menuju sebuah kemandirian teknologi bangsa.

Dari beberapa media, saya juga tahu keadaan Indonesia hari ini tak begitu baik (bila tidak mau dikatakan buruk). Permasalahan ekonomi, sosial dan segala tetek bengek lainnya selalu mewarnai negara yang Bapak pimpin. Sebagai rakyat yang masih bodoh, saya hanya mampu membantu lewat doa, semoga yang mimpin negara besar ini benar-benar mampu menjadi orang yang sabar, inovatif, ulet dan mampu menjadi pemberi solusi, dalam bahasa anehnya Problem Slover.

Kembali ke posisi saya sebagai pengguna Linux di Indonesia. Pak, saya tidak begitu tahu menahu soal investasi yang diberikan pihak Microsoft pada bangsa ini. Yang saya tahu, pihak Microsoft itu malah merupakan salah satu item yang yang membuat kita melarat. Setidaknya ada dua pilihan, antara melarat dan amoral.

Lha bagaimana ndak melarat coba, kalau semua komputer-komputer yang ada di pemerintahan yang jumlahnya seabrek menggunakan sistem operasi Windows sedangkan untuk satu komputer saja perlu biaya lisensi yang harganya melebihi penghasilan bapak saya perbulan. Belum lagi nanti kalau ada rilis terbaru pasti akan ada yang namanya upgrade dan pembaharuan perangkat untuk menyesuaikan kebutuhan dari perangkat lunak yang digunakan. Sekali lagi, biayanya itu mahal Pak, dan komputer itu tidak hanya di kantor-kantor pemerintahan. Rakyat-rakyat njenegan juga banyak yang menggunakan barang ajaib ini.

Di sisi lain, para pengguna komputer di Indonesia cenderung masih gemar dengan yang namanya barang bajakan. Kalau menggunakan barang bajakan memang sih tidak perlu membayar, namun saya yakin njengan adalah orang pinter yang tahu jelas mengenai hitam-putihnya barang bajakan serta dampak negatifnya sekalian. 

Di tengah kesibukan njenengan mengurus pelbagai permasalahan ini dan itu, saya mohon luangkanlah satu menit saja dari waktu yang Bapak punya untuk kembali melihat potensi Linux yang dapat membantu bangsa ini.

Bukanlah saya orang yang suka muluk-muluk. Saya punya banyak teman sesama pengguna Linux, lebih tepatnya penggiat Open Source. Kami hidup di dalam suatu komunitas yang mengedepankan kebersamaan, kebebasan berbagi pengetahuan dan kelegalan perangkat lunak. Meski kami bukan orang-orang politik, namun sering sekali kami merasa tersakiti karena beberapa kebijakan yang diambil oleh pemerintah.

Salah satu hal yang sampai saat ini masih menyakiti kami adalah ketika materi-materi pengajaran di bangku sekolah masih didominasi dengan materi dari perangkat lunak close source. Mungkin njenengan kurang begitu ngeh bagaimana rasa sakit yang kami maksudkan ini.

Jadi begini, Pak. Indonesia memiliki sebuah proyek bernama Indonesia Goes Open Source (IGOS). Proyek ini sejatinya adalah proyek yang diresmikan oleh lima menteri yang menjabat beberapa tahun silam. Secara garis besar, tujuan diadakannya proyek ini adalah sebagai bentuk nyata untuk mewujudkan Indonesia yang mandiri dalam bidang teknologi perangkat lunak. Namun sayang, beberapa tahun silam pula, ada menteri yang tiba-tiba mengadakan MoU dengan pihak Microsoft, naasnya meneteri tersebut adalah salah satu menteri yang dulunya ikut merilis proyek IGOS.

Bila keadaanya seperti ini terus, bagaimana mungkin produk lokal dapat berkembang bila tidak mendapatkan dukungan dari berbagai pihak? Termasuk di dalamnya adalah dukungan dari pemerintah. Rekan-rekan sekolah saya sering sekali beranggapan Linux itu susah dan lebih memilih menggunakan perangkat lunak bajakan ketimbang peragkat lunak legal. Padahal Linux bukanlah momok yang patut ditakuti layaknya koruptor. Tentu saja ini adalah imbas daripada minimnya pembelajaran dan pengenalan Linux di sekolah-sekolah.

Bukan saya bermaksud membanding-bandingkan atau bagaimana, meski pada beberapa hal saya kurang suka, namun pada masalah ini saya salut dengan Tiongkok. Setidaknya mereka berani mengambil tindakan untuk memopulerkan produk teknologi mereka sendiri di negara mereka sendiri. Bahkan mereka menolak menggunakan mesin pencari Google dan lebih menekankan pada penggunanaan mesin pencari buatan mereka sendiri yang bernama Baidu. Sebuah tindakan berani, menurut saya.

Pak Jokowi, soal Linux, Indonesia bukanlah negara yang tertinggal. Sejatinya kita adalah negara yang cukup produktif (meskipun belum mendapat dukungan secara nyata dan signifikan). Indonesia punya produk Linux bernama Blankon yang telah diakui dunia. Hal tersebut terbukti dengan masuknya Blankon ke dalam jajaran distribusi Linux dunia di laman distrowatch.com. Selain itu kita juga punya IGOS Nusantara yang begitu getol mempromosikan Indonesia melalui desktopnya yang cantik nan indah. Ditingkat daerah ada Grombyang OS, Asril OS, Linux Biasawae dan ratusan karya lain yang sampai saat ini belum ter-list dan termanajemen dengan baik oleh pemerintah. Mereka hanya berkembang di komunitas dan sedang mencoba berkembang keluar dengan segala kemadirian dan keterbatasan.

Sampai pada bagian ini sejujurnya saya khawatir njenengan bingung dengan semua yang saya sampaikan ini. Pada intinya, saya dan tentunya teman-teman pengguna Linux di seluruh Indonesia, akan senantiasa siap dan berkenan untuk memajukan NKRI di bidang teknologi perangkat Lunak. Kami percaya dan kami yakin sekali bahwa dunia per-Linux-an Indonesia dapat memberikan kontribusi yang baik untuk negara ini.

Satu hal saja yang kami butuhkan, dukungan pemerintah. Ya, mungkin itu saja. Setidaknya dengan hal tersebut para pengguna komputer yang jumlahnya cukup banyak itu akan menjadi melek dan paham soal sisi buruk dari pembajakan perangkat Lunak. 

Oh iya, agar tidak salah paham. Saya menulis surat ini lantaran saya membaca sebuah berita yang mengatakan bahwa njenengan, pada sebuah acara, mengatakan agar kemajuan teknologi tidak hanya menguntungkan satu pihak dan seterusnya pada Selasa 22 Spetember 2015 lalu. Jawaban sementara dari saya dan rekan-rekan untuk permintaan Bapak sementara ini adalah Linux. 

Saya bukanlah programmer, hacker, atau ahli di bidang komputer. Saya hanya seorang yang mencoba menjadi orang yang pedulia. Saya sekedar sastrawan Linux, itu saja. Semoga Bapak Jokowi berkenan untuk membantu Indonesia menuju sebuah kemerdekaan. Merdeka! 

Terimakasih dan sekali lagi, maaf untuk kelancangan ini.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, 27 September 2015
Seorang Pengguna Linux Tanah Air
Bagikan:

31 comments:

Unknown said...

Saya juga sedang mengajak teman" SMA saya untuk menggunakan Linux, kalo ada yang gratisan ngapain harus yang bajakan.
Salam Kenal :D

Rania Amina said...

Tetaplah jaga semangatmu itu wahai anak muda!

hacker cindelaras said...
This comment has been removed by the author.
Unknown said...

Hmmmm... Kalau mau obyektif,pernahkah berpikir, kenapa perusahaan besar dan lembaga strategis pemerintah berinvestasi pada Microsoft, Oracle, RHEL , SuSe atau SAP?
pernahkah berhitung TCO dan ROI ( karena diatas sudah bicara invesyasi) pada perusahaan yang pakai Oracle,SuSE atau,RHEL?
kalau bicara pelajaran, Java itu punya siapa ya.... 😊
coba tengok data IDC bagaimana pendapatan dari para gajah TI,semisal Oracle, RHEL, SuSE, SAP dan Microsoft... Mungkin dengan masukan ini, wawasan lebih terbuka

Pak Khoir said...

Saya mendukung.

Unknown said...

kalau cmn diposting tdk akan dibaca presiden lbh baik anda kirim pakai surat beneran aja.... yoga putra, Linuxindonesia.com

Anonymous said...

Wuiz.. sesama pengguna Linux rupanya... :-D

Unknown said...

Saya malah ga kesampean make linux :v apalagi mau dual boot
Soalnya keyboard rusak benerinnya cukup makan duit
Jadi ngetik make on screen keyboard
Kalo linux on screen cukup cape :v
Tapi nanti kalo lulus ada gawean atau ada rejeki benerin keyboard ya ke linux :v

Unknown said...

saya juga seorang pengguna linux dan anggota komunitas Open Source. saya pernah membaca artikel tentang beberapa negara yang mencoba menggunakan open source secara penuh, namun akhirnya kembali lagi ke windows dan software close source lain karena bengkaknya biaya pelatihan. saya kira jika indonesia ingin migrasi tapi tak ingin senasib dengan negara-negara tadi, komunitas-komunitas linux dan open source di indonesia harus lebih giat mengajak masyarakat untuk menggunakan FLOSS I(Free Libre Open Source Software). Kita adalah ujung tombak.
ngomong-ngomong saya suka dengan artikel anda.
salam FLOSS.

Rania Amina said...

Untuk rekan-rekan di atas, aku sampaikan terimakasih sudah berkunjung.
Aku pikir pemerintah bisa memanfaatkan komunitas-komunitas yang sudah ada, aku yakin kok mereka mau membantu dan mungkin itu bisa alternatif buat anggaran dana pelatihan.

Aggra Yogi said...

Good, setuju, terkadang pengguna linux di mata orang awan susah, dan merasa terkucilkan, semangat terus, indoneaia punya potensi besar. Belajar demi masa depan kawan

Arum Rahmawati said...

saya tantang anda2 semua yang merasa memiliki semangat untuk gerakan linux indonesia untuk datang di ILC2015 di tegal tanggal 10-11 Oktober 2015 besok..... disana ada acara yg namanya KPLI meeting, tempat ngumpulnya penggerak2 linux seindonesia raya....
............ tempatnya di Politeknik Harapan Bersama Tegal Jalan Mataram No. 9 Kota Tegal – Jawa Tengah.... datang dan mari kita bicarakan masalah linux ini.

Chotibul Umam said...

Keren Kakak..... Semangat Semangat! Ane bantu dari lingkungan Universitas (tempat ane kuliah) juga dari sekolah (tempat ane sekolah dulu).
Salam, ane dari pengurus KoLU (Komunitas Linux UPN "veteran" Jawa Timur.

Unknown said...

kenapa tidak di post saja di change.org

abdullah arfan said...

di perusahaan kami, server terinstall centos, client terinstall zorin. cukup koq.

Rania Amina said...

Aku pengen datang ke ILC, tapi sayangnya bulan Oktober jadwalku sudah terplot buat agenda peringatan bulan bahasa.

widianto said...

memperkenalkan linux ke teman"ku aja susah, mereka lebih memilih yang bajakan dari pada gratis dan legal, mereka beranggapan bawha linux itu susah untuk di gunakan, padahal menurutku mereka itu sulit beradaptasi denagan linux karena sudah ketergantungan sama yang os bajakan
salam kenal semua

Unknown said...

padahal belajar menggunakan linux lebih menarik dari pada windows
Linux (y)

hasan-husein said...

Setuju sekali , linux kalu cuma diceritakan memang susah, tetapi kalau dijalani akan lebih mudah...semoga Pak Presiden mendengar....

hasan-husein said...

Setuju sekali , linux kalu cuma diceritakan memang susah, tetapi kalau dijalani akan lebih mudah...semoga Pak Presiden mendengar....

Unknown said...

Wekekekeke.. Pengguna linux semua ya.? Jadi inget awal2 grebekan windows, dulu pas kerja dipabrik terpaksa instal linux dan harus ngajari semua staffnya.. Respon cukup beragam, ada yg setuju dan menerima belajar hal baru, ada yg minta dipindah ke satpam ( dengan nada bercanda ). Intinya jangan menuntut pemerintah, lakukan lakukan dan lakukan saja apa yg anda sebut seharusnya dilakukan pemerintah..
Salam..

agus said...

stuju, klo mau maju ya dari susah2 dulu.... brani terima tantangan, yang jelas linux tidak sesusah yang dibayangin

Unknown said...

apa sudah dihitung berapa biaya transisi kalau dari Windows ke linux? belum lagi biaya training... sebagai contoh ini contoh kota saja di German sebagai studi kasusnya... http://www.zdnet.com/article/after-a-10-year-linux-migration-munich-considers-switching-back-to-windows-and-office/

Ini katanya malah lebih mahal Linux daripada Windows :)

xnxnxwn said...

Albilaga Linggra Pradana :

kata siapa mahal? kalo 'mereka' atau mungkin Anda sendiri mau migrasi ke Linux, dengan senang hati komunitas open source di negara ini bahkan saya sendiri pun dengan ikhlas membantu Anda. Yang anda baca dari berita di Munich itu masih setengah, disitu jelas ada kepentingan tertentu dan memang mereka belum siap untuk migrasi sepenuhnya ke Linux (baca ini juga : http://opensource.com/government/14/9/kolab-for-city-munich).

Perlu diketahui, untuk proses migrasi ke Linux tidak dipaksakan, namun dipersiapkan bagi 'mereka-mereka' yang memang niat dan mau merdeka dengan beralih ke Linux. lagipula di Indonesia sendiri sudah banyak perusahaan/industri/kantor pelayanan/pendidikan yang sebagian sudah mengimplementasikan Gerakan Open Source dengan Linux sebagai Main OS nya untuk operasional sehari-hari. Dan itu semua di dukung oleh komunitas Open Source yang siap membantu dengan budaya gotong royongnya, bahkan banyak pejuang-pejuang Open Source yang kamu kasi aqua doang atau cuma dengan bayaran senyum (kalo gak punya malu) saja mereka selalu semangat membantu.

Jadi begini, ketika anda memakai OS Windows, maka hal yang perlu dilakukan agar OS itu mudah dioperasikan adalah 'kebiasaan' menggunakannya. Nah, semakin Anda terbiasa maka semakin lancar dan paham pula Anda dengan OS itu. Begitupun dengan Linux. Saya kira Anda masih setengah-setengah mengerti karena tidak ingin mengetahui apa itu Linux dan gerakan open sourcenya ;)

Masih bilang mahal dan ribet?

Kalung Biofir said...

Coba dibaca lagi baik2 artikel yg anda berikan diatas.. ini tambahan :

http://www.techrepublic.com/article/no-munich-isnt-about-to-ditch-free-software-and-move-back-to-windows/
Dan
http://www.omgubuntu.co.uk/2014/08/munich-council-say-talk-limux-demise-greatly-exaggerated

Unknown said...

Bagi yang bergerak di entrerprise, tidak akan melihat open atau close source, yang penting TCO nya gimana.
To be honest begitu masuk enterprise, anda tidak bisa melihat Linux karena gratis, karena pada saat masuk enterprise, anda harus memikirkan operasional dan dukungan yang terus terang disini posisi Linux tergolong mahal (bayar dengan subscription pertahun).

Intinya, meminta sosialisasi Linux dengan alasan Windows mahal sudah ga relevan lagi, apalagi Windows 10 sudah free dan Office juga sudah masuk ke O365 yang juga free (bayar subscription untuk additional feature)
Sebaiknya lebih menggali lagi keunggulan Linux dari sisi lain dan tidak menjelekkan produk lain (Windows)

William Cahyadi said...

Berbicara tentang Linux vs Windows dari sudut pandang piracy kayaknya sudah agak kadaluwarsa. Transformasi di dunia IT saat ini yang bergerak ke arah Cloud dan Mobile sebaiknya jangan hanya terpancang pada PC sebagai satu2nya device. Infrastruktur, platform, apps dll. kini telah dikemas sebagai suatu layanan terpadu. Diarea ini ketika berbicara operating system ada Android dan IOS juga lho. Artinya Linux sudah bukan lagi satu2nya alternatif kalo tujuannya cuma lepas dari Microsoft. Apalagi tingkat adopsi di market Android jauh lebih membumi dari pada Linux. Tapi apapun itu, lepas dari satu vendor hanya berarti kita mengikatkan diri pada vendor yang lain. Artinya tidak ada cost yang dinisbikan, yang ada adalah optimalisasi cost berbanding produktivitas. Masalah utamanya lebih kepada apa yang dibutuhkan, seringkali pengguna kurang bisa membedakan mana kebutuhan dan mana keinginan. Ini yang menyebabkan orang menjadi konsumtif terhadap IT. Solusi terbaik adalah solusi termurah yang mampu mengakomodasi semua kebutuhan dan rencana pengembangan ke depan.

Garama Parhonda said...

bahasa "free" ngga melulu gratis loh :)
ini lebih condong ke bebas. #tuker_mindset

toni as said...

Cengeng sekali dikit2 minta dukungan pemerintah.

Mas, pake Windows atau MacOS itu bukan dosa lho. Mahal bukan berarti salah. (Kalo bajakan, iya salah, tp hari gene bajakan?)
Ke customer, saya selalu bilang: kalo punya duit silakan kalo mau pake Windows Server, kalo duit awalnya cekak silakan pake Ubuntu Server.

Danial Surya said...

Ingin maju bersama Linux :)

widianto said...

lah kalo kepengin linux menjadi idola ya cara memperkenalkannya lewat yg terdekat misal teman ntar kan jadi ikut bantu share ke yang lain, gak usah pake acara seminar-seminar gitu hehehehe