Ada
yang mengganjal di benak saya usai perkuliahan siang hari ini. Tidak
seperti biasanya, kali ini saya merasa aneh saja dengan mata
perkuliahan yang saya ambil. Awalnya, saya senang-senang saja
mengambil mata perkuliahan yang “konon” dapat melatih kemampuan
menulis seseorang. Namun setelah apa yang terjadi siang tadi, saya
jadi berpikir ulang tentang anggapan awal saya tersbut.
Cerita
dimulai dari perkuliahan yang sama tepat seminggu yang lalu. Di akhir
kuliah, sang dosen memberikan tugas kepada seluruh mahasiswa yang
mengambil mata kuliahnya untuk membuat sebuah tulisan menarik dengan
tema bebas. Saya tak sebut genre tulisan yang dimaksud, karena secara
garis perbincangan unsur kreatif dan menarik adalah hal yang berulang
kali dikatakan sebagai indikator. “Usahakan belum banyak yang
membahas, jadi nilai kebaruannya ada”, kata sang dosen.
Saya
pribadi harus mengakui bahwa kemampuan menulis saya memang menurun
drastis beberapa bulan ini. Saya lebih intens mengasah kemampuan
mengoperasikan alat pengolah desain (kalau ada yang melarang menyebut
mengasah kemampuan desain) saya dibanding kemampuan menulis. Di
samping itu, belakangan ini saya juga terbilang lebih aktif untuk
berurusan dengan dunia perangkat lunak bebas dan merdeka. Dengan
demikian, tugas menulis yang biasanya menyenangkan entah mengapa
terasa berat dipendengaran saya.
Singkat
cerita, saya pun akhirnya memutuskan untuk menulis bidang yang sedang
saya tekuni sebagai pengembang salah satu distribusi Linux lokal.
Saya susun sedemikian rupa kalimat demi kalimat semampu saya hingga
tersusunlah sebuah wacana. Dalam tulisan tersbut, sengaja saya tidak
membahas persoalan teknis yang terlalu detail lantaran saya menyadari
bahwa kemungkinan besar pembacanya adalah orang yang belum begitu
familiar dengan distribusi lokal yang saya bahas.
Siang
tadi kelas dimulai. Saya agak deg-degan sebanarnya. Sudah lama sekali
saya tak menulis semacam ini. Terakhir saya menulis adalah berkaitan
dengan tutorial untuk melakukan beberapa aksi pada distribusi lokas
dan menjawab wawancara tulis dari admin kabarlinux.web.id. Satu demi
satu tulisan di kelas diseleksi, dan sepertinya saya melihat tulisan
saya tersingkir begitu saja. Ah, saya sangat menerima hal tersebut.
Tentu saja karena saya menyadari bahwa tulisan saya tidaklah terlalu
bagus bila dibanding yang lain. Hampir semua tulisan yang masuk
nominasi tulisan terbaik membicarakan tentang kebudayaan. Hanya saja,
ada hal yang cukup miris terdengar di akhir perkuliahan, yakni ketika
sang dosen seketika berkomentar mengenai tulisan yang saya buat.
“Tadi
ada yang bahas soal Linux, langsung saya lewati. Tulisan seperti itu
pasti sudah banyak di internet, jadi nggak menarik lagi”. Jleb! Apa
yang sempat saya khawatirkan semalam benar terjadi. Andai tulisan
saya tersingkir sebab mutu tulisan saya yang rendah, saya akan dengan
lapang menerima sebab saya memang mengakui hal tersebut. Namun, ini
sudah masuk soal selera sepertinya. Seketika saya jadi hilang mood.
Saya seperti kehilangan ruang di kelas tersebut. Saya jadi dungu soal
istilah menarik dan kreatif. Apa yang saya baca semalam tentang human
interest yang
konon masuk dalam kategori genre tulisan ini seolah menjadi mitos
dalam waktu yang begitu cepat.
Ah,
sudahlah. Tulisan ini sebenarnya juga tidak ada gunanya. Tidak
menarik bagi siapapun dan tidak kreatif sama sekali. Pun demikian,
sampai detik ini entah mengapa saya malah merasa lebih memiliki
kemampuan untuk menulis/membahas
mengenai hal-hal seputar open
source dan
tutorial-tutorial
yang berkaitan dengan itu dibanding membahas
mata perkuliahan yang saya ambil. Celaka.