Monday 25 May 2015

Dengan Apa Kan Kubalas?

Pernahkah kau merasa menjadi sesorang yang seolah tak ada artinya bagi seseorang yang kaucintai? Pernahkah kau merasa seolah-olah kehadiranmu tak memberikan perbedaan sama sekali untuk orang yang kaukasihi?
Jika kau terlanjur menjadi seperti itu, apa yang akan kaulakukan selanjutnya? Mengutuki dirimu sendirikah, atau malah pergi menjauh dari orang yang mungkin juga mencintaimu?
Sejujurnya aku tak begitu tahu tentang apa yang akan kutulis ini, namun perasaan yang kuungkapkan di atas itulah yang saat ini aku rasakan. Aku memang sulit untuk berbohong pada diriku sendiri, terlebih soal perasaan.
Beberapa bulan silam, saat aturan sistem amat kuat mengikatku. Sehingga pada akhirnya aku menjumpai berbagai kesulitan untuk menjalin komunikasi dengan orang yang aku sayangi. Namun pada kenyataanya, kesulitan itu justru membuatku terus termotivasi dan berusaha yang berujung pada kegiatan berkirim-terima surat melalui kantor pos selayaknya zaman-zaman sebelum gadget atau hp banyak dikenal seperti sekarang ini.
Ya, setidaknya. . . satu bulan sekali aku akan mengirim surat yang berkisah tentang keadaanku di tempatku belajar itu. Dan setidaknya pula, dalam satu bulan aku akan menerima balasan yang berisi kisah dan kabar tentang orang yang aku cintai sejak SMP nun di sana.
Surat terakhir yang aku terima adalah saat aku pulang dari kegiatan perkemahan usai wisuda purnaku di tanah rantau. Kauyahu, saat rindu amat membelenggu, lembaran-lembaran surat yang ditulis dengan jemarinya itulah obat paling mujarab yang kupunya.
Namun sekarang, saat semuanya sudah boleh kulakukan—tak lagi terikat sistem—aku malah jarang sekali menghubunginya. Bukan karena aku tak mau sebenarnya, namun karena kesibukan pasca kelulusankulah salah satu penyebabnya.
Aku menyadari, belakangan ini sikapnya cukup manja padaku. Seringkali ia mencoba untuk mencari perhatian dengan pesan-pesan singkat yang ia kirimkan. Sayangnya, aku benar-benar tak lagi punya waktu untuk sedikit saja bersantai. Bahkan untuk diriku sendiri pun, aku tak punya.
Harus kuakui, ia memang amat perhatian denganku. Meskipun pada kenyataannya aku belum bisa membalas perhatian itu secara penuh. Andai kau mengalami seperti yang kualami ini, apa yang akan kaulakukan?

Ah, iya . . . nama orang yang amat kusayangi itu adalah Nining.
Bagikan:

0 comments: