Pernahkah kau merasa menjadi
sesorang yang seolah tak ada artinya bagi seseorang yang kaucintai? Pernahkah
kau merasa seolah-olah kehadiranmu tak memberikan perbedaan sama sekali untuk
orang yang kaukasihi?
Jika kau terlanjur menjadi
seperti itu, apa yang akan kaulakukan selanjutnya? Mengutuki dirimu sendirikah,
atau malah pergi menjauh dari orang yang mungkin juga mencintaimu?
Sejujurnya aku tak begitu tahu
tentang apa yang akan kutulis ini, namun perasaan yang kuungkapkan di atas
itulah yang saat ini aku rasakan. Aku memang sulit untuk berbohong pada diriku
sendiri, terlebih soal perasaan.
Beberapa bulan silam, saat aturan
sistem amat kuat mengikatku. Sehingga pada akhirnya aku menjumpai berbagai
kesulitan untuk menjalin komunikasi dengan orang yang aku sayangi. Namun pada
kenyataanya, kesulitan itu justru membuatku terus termotivasi dan berusaha yang
berujung pada kegiatan berkirim-terima surat melalui kantor pos selayaknya
zaman-zaman sebelum gadget atau hp banyak dikenal seperti sekarang ini.
Ya, setidaknya. . . satu bulan
sekali aku akan mengirim surat yang berkisah tentang keadaanku di tempatku
belajar itu. Dan setidaknya pula, dalam satu bulan aku akan menerima balasan
yang berisi kisah dan kabar tentang orang yang aku cintai sejak SMP nun di
sana.
Surat terakhir yang aku terima
adalah saat aku pulang dari kegiatan perkemahan usai wisuda purnaku di tanah
rantau. Kauyahu, saat rindu amat membelenggu, lembaran-lembaran surat yang
ditulis dengan jemarinya itulah obat paling mujarab yang kupunya.
Namun sekarang, saat semuanya
sudah boleh kulakukan—tak lagi terikat sistem—aku malah jarang sekali
menghubunginya. Bukan karena aku tak mau sebenarnya, namun karena kesibukan
pasca kelulusankulah salah satu penyebabnya.
Aku menyadari, belakangan ini
sikapnya cukup manja padaku. Seringkali ia mencoba untuk mencari perhatian
dengan pesan-pesan singkat yang ia kirimkan. Sayangnya, aku benar-benar tak
lagi punya waktu untuk sedikit saja bersantai. Bahkan untuk diriku sendiri pun,
aku tak punya.
Harus kuakui, ia memang amat
perhatian denganku. Meskipun pada kenyataannya aku belum bisa membalas
perhatian itu secara penuh. Andai kau mengalami seperti yang kualami ini, apa
yang akan kaulakukan?
Ah, iya . . . nama orang yang
amat kusayangi itu adalah Nining.
0 comments:
Post a Comment