Kalu boleh aku katakan, aku tak begitu paham motifku dalam menulis tulisan ini. Aku rasa tulisan kali ini benar-benar berangkat dari kegersangan hatiku yang berlarut-larut. Secara sederhana, aku sedang mengalami kerinduan yang tak jelas. Ya, tak jelas pada siapa, dan tak jelas mengapa aku merasa rindu. Namun, yang sementara ini kusadari adalah kerinduanku pada sesuatu yang kesebut rasa.
Sudah sebulan lebih sandaran yang selama ini menegakkan hatiku pergi. Sesuatu yang rumit membuatnya lenyap begitu mudahnya. Menyisakan lembab dan basah di kedua pipi. Entahlah, apakah hidup yang dijalaninya saat ini mengalami perubahan dengan ada atau tidak adanya diriku, aku tak tahu. Lagi-lagi aku sekedar tahu, bahwa kalimat dalam puisi Chairil Anwar benar-benar berlaku pada diriku. Ya, batinku terasa mampus karena dikoyak sepi.
Ketika kembali kupndangi foto-fotonya yang tersenyum, kubaca kembali surat demi surat yang pernah ia kirimkan untukku, seketika sesak sekali dadaku. Aku tak mampu mengatur naik-turun napasku. Aku ingin menyapanya kembali, namun rupanya kehangatan yang dulu telah benar-benar marah padaku dan mungkin hengkang karena alasan itu.
Ya, sadar atau tidak, ini tulisan memang nglantur. Aku tak tahu harus dengan kalimat apa kurepresentasikan perasaanku ini. Puisi tak lagi cukup untuk mengobati kerinduanku pada rasa. Jika aku trus berdiam diri seperti ini, aku seolah merasakan perih Zainuddin ketika ditinggal oleh Hayati. Seperti Rendra yang kehilangan intuisi kebahasaannya, atau seperti Sujiwo Tejo yang kehilangan republiknya.
Kekacauan ini mungkin saja simbol dari kekacauan dalam diriku yang sebagian memang aku biarkan keluar. Kekecewaan pada diriku pasca acara dimalam Jumat kemarin jelas masih tergambar detail di kepalaku. Dalam nuraniku pun aku sedang terjadi kecamuk antara aku dan seseorang yang mengaku-aku diriku. Arg! Aku tak bisa menjelaskan, sialan! Kali ini, aku benar-benar ingin airmata basahi wajahku, aku ingin airmata melegakan semua yang kusebalkan ini, bagai awan yang menyatu sebagai air dalam hujan.
Rania dalam Ombangambing Hati
0 comments:
Post a Comment