Sunday, 21 June 2015

#The Second Love (TSL)

Sempat terbesit dalam benakku bahwa linux bukanlah slax semata, sebagaimana jenis-jenis windows yang bervariasi menurut versinya. Akibat dari pemikiran itu, aku jadi rajin bertanya pada mbah google dan mencari keluarga linux yang lain, dan ternyata dugaanku itu benar, di internet banyak sekali disebar berbagai varian linux. Pun demikian, entah mengapa aku masih belum tertarik dengan linux-linux lain, hatiku masih tertnacap di linux slax.
Menurut pengalaman yang aku dapat dari membaca beberapa artikel di internet, kita diperbolehkan untuk mengobok-obok sistem yang ada di linux dengan predikat legal. Selain itu, kita juga boleh membagi linux yang kita miliki kepada orang lain sesuka hati kita. Ya, hal itu amat diperbolehkan dalam hal software-software open source, seperti linux.  
Berbeda dengan windows yang mengharuskan kita untuk memebeli lisensinya bila ingin memakainya, dan bila kita tidak membeli maka windows kita termasuk windows ilegal alias melanggar hukum.
***
Suatu ketika aku bertandang ke rumah salah seorang sepupu di provinsi sebelah. Ketika di rumahnya aku dimintai konsultasi mengenai komputernya yang sering error lantaran diserang oleh virus.
“Tukang service bilang, ‘Kalo pengen aman dari virus ya, jangan pakai windows, dik’ gitu, Ram. Emangnya kalo nggak pake windows pakai apaan lagi coba?” tanya sepupuku.
“linux, Mas”
“Apa linux? Apaan tuh? Baru dengar aku. . .”
“Linux itu, seperangkat software yang memiliki fungsi untuk menjalankan komputer seperti windows” jelasku sederhana.
“Eh, bentar... Bentar...” sepupuku tiba-tiba pergi ke kamarnya dengan wajah seolah teringat sesuatu, “ini linux yang kamu maksud bukan?” ucapnya tiba-tiba sambil menunjukkan sebuah DVD biru bertuliskan, Mandriva.
Spontan aku kaget, karena aku sendiri baru pertama kalinya melihat langsung distro dalam bentuk DVD seperti yang dipegang oleh sepupuku, “Iya, kak. . . Tapi aku belum pernah liat yang itu”.
“Ya usah, ini coba kamu pasang di komputerku... Aku pengen liat linux itu kaya gimana.”
Aku agak gugup saat itu, aku seolah termakan dengan ucapanku sendiri yang terlalu mengunggulkan linux di hadapan sepupuku. Bahkan selama itu, aku belum pernah sekalipun menginstall linux di komputer, karena aku hanya sebatas menggunakan linux live usb belaka tanpa menginstallnya pada komputer.
“Waduh mas, masangnya lain kali saja ya... Aku belum pernah masang soalnya... Gimana kalo DVD-nya aku coba dulu di rumah, ntar kalau udah suskses, aku kemari lagi buat masang di komputermu?”
“Ehmmm, boleh... Boleh, ya udah ini buat kamu aja DVD-nya”
“Lah! Makasih mas!”
Aku pun segera pulang. Aku amat penasaran saat itu tentang linux Mandriva. Setelah samapi di rumah, bergegas aku coba DVD pemberian sepupuku itu di laptopku. Ya, aku dibelikan laptop oleh kedua orang tuaku saat aku duduk di kelas VIII.
Beberapa kali aku mencoba, kebingungan sukses kepalaku pening. Rupa-rupanya, menginstall linux sedikit berbeda dengan menginstall windows. Aku bertanya-tanya pada orang-orang di sekitarku yang aku anggap tahu ihwal komputer dan sayang sekali rata-rata dari mereka yang aku temui pandai soal teori komputer tapi nol soal praktek.
Tak satu pun dari mereka yang aku tanya tahu cara menginstall linux ke komputer, padahal sudah banyak dari mereka yang tahu teori-teori tentang linux. Alhasil, aku kembali berziarah ke mbah google, dan bertanya pada beliau. Jawaban belia cukup aneh juga menurutku, karena menurutnya untuk menginstal linux aku membutuhkan dua jenis partisi, yaitu partisi mount (/) dan partisi swap.
Setelah cukup yakin, dengan ilmu yang kuperoleh dari si mbah, aku pun mencoba untu memraktekannya dan alhmadulillah berhasil.
Ada hal yang membuatku takjub adalah lingkungan desktop mandriva yang amat familiar dan lebih bagus dari slax yang dulu pernah membuatku jatuh hati. Pada hari itu juga, untuk pertama kali dalam hidupku, aku bisa menginstal sebuah distro linux dan pertama kalinya juga berhasil mengajak seseorang memakai linux. Meski saat itu, aku belum bisa total lepas dari windows, namun aku berusaha semaksimal mungkin untuk memperbanyak waktuku berduan dengan mandriva dan segala kecantikan yang dimilikinya.
Bagikan:

Saturday, 20 June 2015

#Rasa Penasaran Melahirkan Cinta (RPMC)

“Aku hanya ingin sekedar berbagi saja, barangkali ada gunanya untukmu, syukurlah. Dalam tulisan yang aku beri label, “Aku dan Linux” di blogku ini adalah beberapa potong kisah kecil selama aku menggunakan linux. Mungkin aku dalam tulisan-tulisanku nanti, akan kumetaforakan linux sebagai seseorang wanita yang menjadi pendamping hidupku. Jadi, biasakanlah dengan gaya berceritaku yang amatir ini.” 

#Rasa Penasaran Melahirkan Cinta (RPMC) 

Boleh kukatakan bahwa aku dulunya termasuk orang yang amat gaptek. Jangankan internet, komputer pun aku tak pernah tahu bagaimana wujudnya. Aku pertama kali menyentuh komputer saat aku kelas VII, itu juga kalau sedang pelajaran komputer.
Saat pertama kali masuk SMP aku pernah diminta oleh guru komputerku untuk membuat sebuah poster dan slogan sederhana tentang anti pembajakan. Sebanarnya saat itu aku sendiri tak begitu paham, apa arti dan maksud dari pembajakan software.
“Silakan cari di internet, buku, atau media yang lain... bebas, minggu depan dikumpulkan!” ujar guru itu menutup pelajaran di kelas.
Satu kosa kata baru yang aku dapat pagi itu adalah, “Internet”. Guru itu mengatakan internet sebagai sebuah tempat untuk mencari dan menuntaskan tugas yang ia berikan. Dasar gaptek, aku malah bertanya-tanya dengan diriku sendiri, internet itu dimana ya? Beberapa temanku (lebih tepatnya kakak kelasku) menjawab pertanyaan konyolku itu dengan setengah tertawa, “Internet itu ya di warnetlah. Alhasil, aku mintalah salah seorang teman akrabku untuk mendampingiku menuju warnet di daerah tempat tinggalku setelah seorang kenalanku menertawakanku lantaran aku bilang padanya, “Ajari internetan donk!”.
Saat kali pertama aku menjelajah dan membuka dunia internet, timbul rasa kagumku pada mesin yang orang-orang menyebutnya dengan komputer itu. Betapa tidak, kita hanya tinggal duduk sambil menggerakkan jemari tangan di atas papapn yang disebut keyboard dan dengan seketika informasi apapun yang kita mau dalam sekejap akan muncul di hadapan kita.
“Solusi Mengatasi Pembajakan Software” kuketik keyword itu di mesin pencari google, dan ENTER. Cling! Seketika berbaris-baris link muncul dan dengan satu kali klik kiri, terbukalah sebuah website yang menuliskan artikel terkait dengan apa yang aku cari.
Saat browsing di siang yang terik itu, aku mendapatkan sebuah kosa kata yang cukup lucu, “LINUX”. Namun, kosa kata itu hanya kusimpan tanpa aku cari tahu lagi apa maksudnya karena aku harus segera mengakhiri penjelajahan pertamaku dan segera pulang.
Seminggu sudah berlalu, tugas telah aku kumpulkan dengan perasaan penuh kebanggaan karena aku berhasil menggunakan internet sebagai media pembantuku.
Usai hari itu, aku jadi sering berziarah ke warnet untuk menjelajah. Kebetulan, untuk pertama kalinya aku memiliki alat mungil canggih yang mampu menyimpan data bernama Flashdisk. Meski volumenya hanya 1 GB, bagaimanapun juga itu adalah alat hebat yang pernah aku miliki.
Suatu ketika saat aku sedang browsing, terlintas dalam benakku kosa kata aneh yang kujumpai saat aku menjelajah pertama kali. Akhirnya, aku pun mencoba mencari tahu, apa itu linux? Entah bagaimana prosesnya saat itu, aku sedikit lupa, tiba-tiba penjelejahanku mengarah pada sebuah website yang membahas linux Slax.
Tanpa berpikir panjang lagi, aku buru-buru mendownload file Slax dan menyimpannya ke flashdiskku. Selama berbulan-bulan aku menyimpan file distro pertamaku itu. Aku belum tahu bagaimanadan untuk apa linux Slax ini. Akhirnya setelah cukup niat, akhirnya aku mencari tahu bagaimana menggunakan distro linux Slax yang ukurannya cukup kecil itu. Akhirnya dengan penuh rasa dag dig dug, aku mengikuti step by step yang aku tulis di buku tulisku saat itu. Dan... jreng... jreng... Untuk pertama kalinya dalam hidupku aku melihat penampilan baru komputer yang tidak ada tombol start di bagian pojok kirinya.
Seketika aku langsung jatuh cinta pada penampilan Slax yang memiliki ikon memantul saat di klik. Saat itu aku seolah-olah menemukan dunia yang lebih baru dalam perkomputeran. Selama beberapa bulan itu aku hanya mengenal windows xp, maka setelah uji coba pertamaku itu aku mulai berkenalan dengan linux. Kehebatan linux yang membuatku takjub saat itu adalah menggunakan flashdisk-ku sebagai alat untuk booting, flashdisk yang awalnya hanya berfungsi menyimpan data, kini bertambah fungsinya untuk menjalankan linux, dan itu aku lakukan di warnet.
Kautahu, linux Slax itu membuat aku tampak keren loh! Bagaimana tidak, bahkan penjaga warnet yang aku tempati saat itu beranggapan bahwa aku seorang programer canggih, wkwkwkw dan pernah juga atas kebaikanku membagi Slax pada penjaga warnet, aku diizinkan untuk menggunakan rental internet selama seminggu tanpa harus membayar. Hahaha, gayanya sih sok-sok-an bisa dan tahu banget ihwal linux, padahal saat itu, yang aku tahu cuma Slax ini.
Bagikan:

Friday, 19 June 2015

Senyum Terakhir Karlina (Bagian 3 End)

Semalaman suntuk aku sulit untuk sekedar melelapkan diri. Kupandang awang-awang, yang tampak hanya bentangan kain hitam dengan beberapa gumpal kapas mendung yang mengapit rembulan. Harus jujur kuakui, aku terbayang wajahnya. Namun, apa ini? Aku tak boleh jatuh hati pada dia. Aku tak boleh menghianati sesorang yang tersenyum untuk nun di Jawa sana. Ah, entahlah . . . Aku tak mau berlarut-larut memikirkannya, kan kubiarkan bayang seorang Karlina menguap dengan sendirinya, karena aku tak ingin memaksakan diriku untuk melupakannya.

Saat pagi kembali, rupanya itu adalah hari penutupan PPSN IV tahun 2015. Tak terasa, cepat nian kegiatan ini usai. ”Kenang-kenangan untukmu dan Kak Ovi aku titipkan pada Anis, anak Jawa Tengah” pesan singkat Karlina di pagi yang masih temaram itu.

“Iya... makasih Lin...”

“Nilainya nggak seberapa sih, Ram. Tapi, disimpen aja ya...”

“Iya, pasti kusimpan...”

“Jangan lupakan aku ya, Ram!”

“...” untuk permintaan ini sebenarnya aku agak kikuk untuk menjawabnya. Kautahu, aku benar-benar takut jatuh hati pada gadis Kalimantan Selatan itu.

“Permintaanku sulit ya?”

“Eh... enggak, kok... Iya kamu kan temenku LIn, insyaallah aku bakal ingat kamu saat sampai di Jawa nanti...”

“Makasih lho, Ram...”

Usai percakapan singkat melalui SMS, ternyata Tuhan masih mengizinkan kami untuk bertemu. Dan dalam pertemuan di tepi jalan, dekat baliho depan lapangan itu, gantian aku yang memberikan kenag-kenangan kecil buat Karlina. Kuberikan padanya, sebuah pengikat hasduk bertuliskan, “Pramuka, Generasi Anti Galau” ungu. Sudah sepatutnya merah putih diikan dengan semangat bukan dengan pemuda-pemuda yang gampang berputus asa dan bergalau ria saat tertimpa masalah.

Seketika, Karlina memasang pengikat hasduk itu di kerudunnya. Ia tersenyum kembali ke arahku, lalu pergi bersama salah seorang temannya untuk suatu hal yang tak begitu aku pedulikan saat ia ucapkan.

Langit begitu cerah pagi itu, meskipun awalnya tetes gerimis silih berganti menghujam tubuh di subuh tadi. Alhamdulillah, saat pengumuman juara, Kontingen Jawa Tengah berhasil meraih 5 buah tropi kemenangan. Itu adalah jumlah terbanyak dan membawa kita menjadi juara umum PPSN IV 2015 di Banjarmasin Kalsel.

Usai upacara penutupan, kamu berjalan beriringan sambil melantunkan yel-yel kemenangan dengan penuh suka cita, dan saat hendak meninggalkan bumi perkemahan, sekali lagi aku bertemu dengan Karlina.

Aku bertemu dengannya saat hendak menuju ke base camp Jateng. Aku dan Karlina sempat ngobrol singkat sambil berjalan menuju base camp. Kulepaskan topi merah-putih yang kukenakan dan kupasangkan ke kepala Karlina. Ia nampak kaget dan spontan memegang topi itu soealh-olah merapikan penampilannya. Kami berdua terdiam, lalu tersenyum bersamaan dan di pertemuan terakhir itu, ia mengambil gambar kita berdua dengan hendphone-nya, dan . . . berakhirlah pertemuanku denga Karlina, pertemuan singkat yang berhasil mengubah mindsetku ihwal suku Dayak di Kalimantan.

Semua tentang Karlina masih tersimpan di hatiku, namun mau tak mau aku harus memegang komitmenku untuk menjaga hati seseorang yang kusayangi nun di sana. Seseorang yang mungkin juga saat ini sedang membaca tulisan ini, I miss you!

Baca Cerita sebelumnya
Bagian 1
Bagian 2
x
Bagikan:

Wednesday, 17 June 2015

Tutorial Update Desktop Cinnamon Terbaru Melalui Romeo




Per 15 Mei kemarin, cinnamon 2.6 telah dapat digunakan untuk sekedar uji coba, nah buat teman-teman yang pengen liat kualitas dan keindahan cinnamon 2.6 ini silakan ikuti step by step dari link di bawah ini

Coba Cinnamon 2.6

Untuk penjelasan fitur-fitur baru cinnamon 2.6 simak video atau klik link dibawah ini


Saya sudah mencoba, dan alhamdulillah sukses . . .
Selamat mencoba, salam FOSS!
Bagikan:

Sunday, 14 June 2015

Malam Terakhir dengan Karlina (2 dari 3 Bagian)


Pertemuan singkatku dengan Karlina, berlanjut menjadi hubungan pertemanan yang cukup akrab. Tentu saja, kami hanya berteman dan tak lebih dari sekedar itu. Sehari usai perkenalanku itu, iseng-iseng aku menawarinya untuk berkenan mampir ke tenda yang letaknya paling ujung di kelurahan IV. Aku pikir tawaranku itu akan ditolaknya dengan bahasa halus sebagaimana orang-orang pada lazimnya. Ternyata dugaanku salah, Karlina justru dengan senang hati bersedia untuk mampir ke tendaku bersama seorang temannya. Amboi, betapa bingungnya aku waktu itu, apa lagi saat itu tenda masih dalam keaadaan kurang rapi. Dengan sikap sigap dan cepat segera kuminta teman-teman sanggaku untuk merapikan tenda, malu kan kalu tenda berantakan disinggahi tamu.
Rupanya benar, siang itu Karlina datang bersama seorang adik didiknya bernama Nia. Aku dan Kak Ofi, menyambutnya dengan lagu selamat datang khas anak-anak pramuka. Secangkir teh hangat kusuguhkan pada mereka berdua, sedang Kak Ofi malah menyuguhkan permainan puzle yang membuat mereka berdua berpikir keras.
Di sela-sela itu, kami ngobrol ringan sambil sesekali saling meledek astu sama lain. Ya, jujur saja terkadang ledekan yang dibumbui dengan canda dapat mengakrabkan orang-orang yang bahkan baru berkenalan sekalipun.
Lin, kamu orang Kalimantan asli ya?” tanyaku dengan wajah datar.
Iya...”
Oh... pantesan...”
Pantesan apa, Ram?” tanyanya agak penasaran.
Wajahmu kinclong banget, mirip batu akik yang baru digosok” ucapku pelan yang akhirnya menimbulkan tawa orang-orang yang duduk di teras tenda.
...” ekspresi kecewa bercampur dengan ekspresi menahan tawa menghiasi wajah manis Karlina.
Usai menemukan jawaban puzle yang diajarkan oleh Kak Ofi dan ngbrol “ngalor-ngidul” nggak tentu arah, Karlina dan Nia pun berpamitan. Hari itu, langit Tanah Laut Banjarmasin nampak begitu cerah mengiringi kepergian mereka berdua.
Awalnya, aku pertemuanku di siang menjelang sore itu adalah pertemuan terakhirku dengan Karlina, kenalan perempuanku yang pertama kali di PPSN IV, ternyata dugaanku salah.
Di malam terakhir PPSN IV, aku masih sempat bertemu dengan gadis keturunan suku Dayak itu. Ya, kami berjumpa di lapangan utama saat acara pentas seni perpisahan. Aku dan dia saling berkirim balas pesan menyampaikan tempat kami berdua duduk, awalnya aku tengok kanan kiri berkali-kali lanataran tak tahu pasti ihal posisi yang ia sampaikan melalui sms terakhirnya. Namun setelah sepersekian menit, kordinat tempat duduknya pun dapat kutemukan, dan ngobrollah lagi kita di sana.
Kami tak berduaan kok, karena di sana kami duduk bareng teman-teman bahkan gurunya Karlina.
Kamu nggak ke bazar, Ram?” tanya Karlina di antara obrolan kita malam itu.
Pengen sih, aku pengen nyari kain batik khas Kalimantan Selatan sini”
Owh, batik Sasirahan . . . ya udah ntar bareng aja, kita juga mau ke sana kok...”
Ehm... boleh, ntar aku tolong bantuin nyari ya, Lin...”
Okey...”
Sebelum pentas seni benar-benar usai, aku, Karlina, dan rekan-rekannya beranjak dari lapangan menuju ke tempat bazar. Karena ini malam terkhir, mungkin rekan-rekan Karlina juga hendak belanja oleh-oleh, sama sepertiku.
Kau tahu, aku agak canggung jalan dengan Karlina. Bukan apa-apa, aku jadi teringat yang di rumah, yang bahkan aku tak pernah mengajaknya jalan. Tak pernah sama sekali. Sialnya, tak jarang keadaan jalan yang sempit terkadang membuatku terpaksa berjalan dengan Karlina dengan jarak yang amat dekat.
Maaf Lin, bisa agak jaga jarak kan?”
Aha... kenapa? Ingat yang di rumah ya?” ucapanya menggoda.
Iya, nggak enak sama yang udah nunggu di rumah”
Untunglah Karlina mengerti posisiku dan status hubunganku, jadi hatiku sedikit lebih tenang. Aku tak ingin ada hati yang merasa kecewa usai pertemuan ini.
Aku, Karlina dan rombongan yang lain sempat berpencar. Ditengah perjalanan, kami jumpai Kak Ofi dan Kak Kholis sedang asik mencoba kacamata di depan si penjual sambil bertanya-tanya entah tentang apa.
Ram, kamu tunggu sini dulu ya... aku mau kesana dulu sama Nia, ntar aku balik ke sini lagi...” ucap Karlina setengah berlari. Dari wajahnya ia nampak tergesa-gesa dan tiba-tiba aku merasa kepergiannya itu akan lama.
Karena terlanjur mengiyakan permintaan Karlina untuk menunggunya, aku pun menepati ucapanku, dan benar rupanya, ia pergi lama sekali. Sambil menuggunya kembali, kusempatkan berbincang dengan penjual batu akik yang berada di pinggir bazar depan toko kacamata tempat Kak Kholis dan Kak Ofi berdiri tadi.
Masih nunggutemen adik yang tadi ya?” tanya penjual batu itu di sela-sela pembicaraan.
Iya, pak”
Pacar adik ya"
Bukan, kok!”
Lah dia orang Kalimantan kan?” selidiknya.
Iya, dia asli Kalsel, pak”
Wah-wah suatu saat pian pasti balik lagi kemari”
Loh, kenapa emangnya?”
Sudah mitos dik, apa lagi adik kayaknya kecantol sama gadis yang pakai jaket tadi...”
Ah, bapak ngaco aja ...”
Sudahlah, itu tak penting sebenarnya... ini, belilah batu yang ulun jual ini buat oleh-oleh keluarga pian di rumah sana...”
...?”
Tak terasa hampir setengah jam aku menunggu, akhirnya aku coba menghubunginya lewat pesan singkat, dan balasannya sungguh mengejutkan...
Maaf, Ram. Temenku tadi terpeleset dan jatuh nggak bisa bangun lagi, ini aku lagi perjalanan ke rumah sakit”
Aku terdiam, menatap rembulan yang bersinar di atasku sambil menarik pnjang napasku. Mungkin, inilah pertemuanku yang benar-benar terakhir dengan Karlina.
(Bersambung...)
Lanjut Membaca Bagian Akhir
Bagikan:

Saturday, 13 June 2015

Senyum Karlina di Antara Bumi Perkemahan (1 dari 3 Bagian)


Perkemahan Pramuka Santri Nusantara (PPSN) memang telah usai, namun kisah dan kenangan tentang PPSN masih berlanjut dan tersimpan di hati kita masing-masing. Pada postingan ini, aku akan menceritakan padamu tentang kenalan—yang sekarang menjadi teman baikku—dari Kalimantan Selatan.
Bila boleh kukatakan, anginlah yang membawaku padanya. Bukan, bukan maksudku berlagak sok puitis atau apalah itu, namun memang begitulah adanya. Jika kau ada waktu, duduklah sejenak untuk menyimak kisah kecilku ini.
Pada itu, cuaca cukup panas, namun mendung dan gumpalan awan hitam masih setia mengintai di langit-langit Banjarmasin. Cuaca di sini memang sulit untuk di tebak, hujan dan panas bisa datang tiba-tiba tanpa permisi terlebih dahulu. Akibat dari perubahan cuaca yang spontan itu, angin-angin kencang nakal tak jarang menyapa tenda-tendang yang telah kami pancangkan di bumi perkemahan Agro Wisata Tanah Laut.
Angin yang cukup kencang datang pada hari ke-4 PPSN, akibatnya beberapa tenda dan gapura tampak roboh lantaran diterjang bayu, termasuk di antaranya tenda-tenda anak putri.
Karena kedekatanku dengan kakak Pinkonda (Pimpinan Kontingen Daerah) sore itu juga, aku diajak untuk ke camp putri buat bantu-bantu ngecek sekaligus jaga-jaga kalau arek putri butuh bantuan tenaga untuk membenahi tenda mereka.
Pinkonda yang mengajakku itu bernama Ofi. Jangan salah kira, namanya memang mirip cewek, tapi itu nama doank. Kak ofi orangnya seru, tak jarang aku dan Kak Ofi saling bertingkah konyol di depan anak-anak lain, tak terkecuali anak putri.
Senja telah tiba, aku dan Kak Ofi berjalan berdua memeriksa tenda demi tenda kontingen Jawa tengah Putri sembari bertanya-tanya untuk sekedar mengakrabkan diri. Di tengah perjalanan, kami menjumpai satu sangga yang tenda tamunya ambruk.
Ram, beresin...” perintah Kak Ofi Hamuza sambil nunjuk tenda yang tersimpuh lunglai tak berdaya.
Sendirian?”
Iya tho ya... yang lama ya, aku tak ngobrol dulu sama anak-anak Kalsel”
Sangga yang tendanya aku perbaiki itu memang bersebelahan dengan kontingen tuan rumah, Kalimantan Selatan, yang kebetulan sebagian penghuni tendanya sedang asik bercanda dan bernyanyi di depan teras tenda. Sambil melihat Kak Ofi bercanda dengan mereka-mereka, dengan sigap dan cepat aku pun membenahi tenda tamu yang terobohkan oleh angin itu, dan dalam sekejap... berdirilah kembali tenda kuning itu dengan gagahnya.
Usai membenahi tenda, aku segera menggabungkan diri dalam canda yang telah Kak Ofi buat dengan arek-arek Kalsel. Sesekali Kak Ofi memberikan permainan dan tebakan seru namun membingungkan dan sulit dipecahkan oleh rekan-rekan Kalsel.
Coba tebak, berapa nyamuk yang saya bunuh” ujar Kak Ofi yang disambung dengan tepukan kedua telapak tangannnyayang seolah olah menangkap nyamuk.
Lima!” ucap sesorang dari mereka yang aku lupa namanya.
Salah, berapa ada yang tahu...” sambung Kak Ofi bersemangat dengan permainan tebak nyamuknya.
Dua! Dua nyamuk!” teriak seseorang dari dalam tenda yang sejurus kemudian terbuka sampingnya karena kain tendanya diangkat oleh seseorang yang tersenyum manis di bawahnya.
Yupz, betul... siapa namanya tadi yang jawab?”
Kak Lina” teriak teman-teman Kalsel menjaab pertanyaan Kak Ofi.
Sejenak kami pun ngobrol bersama di tenda kontingen Jawa Tengah putri itu, dengan sesekali aku mengayunkan tanganku untuk sekedar membunyikan gitar yang kupinjam dari anak Kalsel.
Kak Ofi nggak haus” tanyaku.
Haus sih, tapi dari tadi nggak ada yang bikinin minum...” sindirnya
Wah, sore-sore gini asik nih kak kalo ada yang mau bikinin kopi hangat”
Oh, Kak Rama sama Kak Ofi mau kopi?” tanya Karlina “bentar ya...” sambungnya
Sambil menunggu Karlina membuatkan kami kopi, aku dan Kak Ofi melanjutkan berkeliling untuk pengecekan terlebih dahulu. Setelah semua dipastikan beres, kami kembali ke tenda tadi dengan suguhan kopi buatan Karlina.
Percayakah kau, hampir-hampir saja senyum Karlina menculik hatiku yang selama ini aku jaga untuk seseorang yang telah menantiku sana. Sepotong senyum dari wajahnya yang manis itu benar-benar menikam hatiku, dan membuat rembulan malam seolah menjelma wajahnya. Apa lagi usai kejadia malam itu. . . Ah! Aku harus mampu manjaga hati. . . (BERSAMBUNG...)

Lanjutkan Membaca Bagian ke-2
Bagikan:

Monday, 8 June 2015

Diapit Bimbang

Dari hati yang paling dalam
Kudendangkan...sebuah
lagu temani sepi
Sejenak iringi nurani
Ada jarak diantara kita
Selimuti sekian waktu
t'lah tersita
Ingin kubilang jarak
terbentang....semoga

Datanglah kau kekasih
Dekap aku erat-erat
Jangan buang pelukku
yang tulus
Biarkan hujan turun
Basahi jiwa yang halus
Jangan tutup dirimu
Buat apa kau diam saja
Bicaralah agar aku
semakin tau
Warna dirimu duhai permata
Kau mimpiku...
aku tak bohong
Seperti yang kau kira
Seperti yang s'lalu kau duga
Pintaku kau percayalah
usah ragu
Datanglah kau kekasih
Dekap aku erat-erat
Jangan campakkan pelukku
yang tulus
Biarkan hujan turun
Basahi jiwa yang kering
Jangan tutup dirimu

Iwan fals, Jangan Tutup Dirimu


Aku tak sanggup buat berkata apa-apa padamu, mungkin lewat syair itu saja kusampaikan perasaan yg membelengguku saat ini . . .
Aku tahu betapa sepi yang kualami, namun apa boleh dikata bila memang tuhan belum memperkenankan aku tuk temanimu. Kekasihku, mengertilah kau adalah salah satu alasan dalam hidupku.

#Pada hati yang hampir bimbang diapit keteguhan
Bagikan: