Thursday, 6 October 2016

Kembali m-BlankOn

 Salah Satu Gambar Latar Tambora


Terhitung sejak Senin 3 Oktober lalu, saya telah kembali menjadi pengguna Linux BlankOn. Entah karena hembusan angin apa tiba-tiba saja timbul keinginan yang meluap-luap untuk kembali ke BlankOn. Saya pribadi menganalogikan apa yang terjadi pada saya ini seperti pulang.
Saya mengenal BlankOn sudah lumaya lama. Ketika masih duduk di bangku kelas SMP, saya pernah mencicipi BlankOn Nanggar dan Ombilin. Bukan main girangnya kala itu. Ada secercah “kebanggaan” di hati saat memasangnya pada laptop saya yang merknya sama sekali tidak terkenal.
Perjalanan saya dan BlankOn kala itu memang tidak berjalan lama. Karena saat itu BlankOn belum mendukung VGA laptop saya. Bukan hanya BlankOn sebenarnya, namun hampir sebagian besar distro Linux pada umumnya. Alhasil, beralihlah saya ke Linux Mint dan konsisten menggunakannya hingga sekarang.
Harus saya akui bahwa Linux Mint memang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan berbagai tugas. Saking nyamannya, saya hampir-hampir tidak tertarik lagi untuk mencoba distro-distro lain, termasuk distro-distro lokal maupun manca yang belakangan ini masif bermunculan. Saya tak lagi edan selayaknya saya SMP dulu yang hampir tiap minggu gonta-ganti distro. Meskipun hal tersebut juga bernilai plus, saya jadi punya koleksi puluhan (hampir seratus) distro linux.
Namun apalah daya, saat kuliah saya malah kepincut dengan elementary OS atau sering disebut eOS. Alasan sederhana yang membuat saya kepincut pada eOS tak muluk-muluk sebenarnya, karena dia lebih enteng. Ya, laptop kedua saya memang memiliki spesifikasi yang rendah. Setidaknya, dibanding laptop saya yang pertama, laptop saya yang kedua ini lebih bermerk. :-)
eOS benar-benar membuat saya tergiur. Desktop Pantheon-nya yang simpel semakin memikat hati saya. Akhirnya, mendualah saya. Pada saat-saat tertentu, saya ajak Mint jalan-jalan, dan pada saat yang lain, gantian eOS yang saya ajak jalan. Oh, tidak. Tidak pernah ada “Jendela” di laptop saya. Setidaknya itu sudah berlangsung sejak saya kelas VIII SMP.
Keharmonisan antara Mint dan eOS berjalan cukup lama, setidaknya hingga acara openSUSE.Asia Summit kemarin. Pasca acara tersebut, saya jadi gelisah. Seolah ada tamparan keras yang mendarat di muka. Tamparan yang mengingatkan bahwa saya sebenarnya mampu untuk “kembali” berkontribusi di dunia open source. Ke-pasif-an saya harus segera disudahi. Saya pernah sinting karena keseringan memprovokasi sekitar untuk mengajak mereka belajar tentang FOSS. Sekarang, saya tidak berbuat apa-apa? Tidak!
Setelah cukup lama menjadi pengguna Linux, sekalipun belum menguasai teknis pemrograman, saya merasa punya tanggung jawab untuk ikut andil dalam persoalan ini. Lebih-lebih, sekarang saya telah melihat dan mendengar kenyataan bahwa distro Indonesia (dalam hal ini BlankOn) telah membuka kesempatan seluas-luasnya untuk siapa saja agar ikut berkontribusi. Ambil!
Hal-hal itulah yang akhirnya membuat saya “pulang” kepada BlankOn. Meskipun beberapa kali gagal instalasi, namun akhirnya laptop yang biasa-biasa ini dapat bekerja di luar kebiasaannya.

Bagikan:

Saturday, 1 October 2016

Sajak Jalanan dari Opensuse.Asia Summit

Semisal langit, kitalah hujan yang datang tanpa gerimis
Semisal hujan, kitalah yang menggenang sebelum jadi gelombang
Semisal gelombag, kitalah pasukan yang menggulung kesempatan
Semisal kesempatan, kitalah yang diam-diam menyergap udara
Menahannya
Menjedanya
Dan akhirnya,
Mereka menyadari
Kita memang ada di sini


*untuk dunia open source yang sesekali masih sunyi
Bagikan:

Wednesday, 21 September 2016

Wednesday, 14 September 2016

Setelah Install Elementary OS LOKI

[Sebelumnya aku peringatkan, bahwa ini tidaklah begitu penting]
 
Terima kasih, Freya.
Selasa, 13 September (kemarin) akhirnya aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan dengan Freya. Tidak, tidak. Aku tidak ada masalah apa-apa. Kau tahu, bekerja dengan Freya adalah salah satu pengalaman yang paling menyenangkan menurutku, setelah Mint tentunya. Tidak dapat aku pungkiri, aku cukup puas dengan kinerjanya. Secara subjektif, bila diminta memberikan penilaian, maka aku akan mengatakan bahwa Freya termasuk yang paling lincah dan gesit dalam bekerja. Sayangnya, seiring dengan EOL-nya ubuntu yang menjadi basic-nya, maka berhenti pula dukungan untuk Freya, dan itulah yang membuatku menjadikan Freya sebuah kenangan. Dengan megakhiri hubungan dengannya.
Sebenarnya, selain dengan Freya, aku juga sedang menjalin hubungan dengan Rosa. Dan entah mengapa, untuk Rosa aku masih enggan untuk menjadikannya kenangan pula sebagaimana yang aku lakukan pada Freya. Sekalipun Sarah telah muncul beberapa bulan lalu dan hampir-hampir membuatku kepincut.
Mengakhiri hubungan dengan Freya, berarti memulai pengalaman baru dengan saudara kandungnya, Loki. Ah, memang namanya “ke-cowok-cowok-an”, tapi dia tak kalah cantik bila dibandingkan dengan Freya.
Terus terang saja, sebenarnya sudah cukup lama aku menunggu Loki. Desas-desus tentang keindahannnya memang benar adanya. Hanya saja, ada beberapa hal yang sedikit membuatku belum merasa nyaman, senyaman aku dengan Freya atau dengan Rosa misalnya.
Secara bawaan, Loki memang tak jauh beda dengan Freya. Dari segi kemampuan pun juga hampir mirip. Hanya saja Loki dibekali oleh empunya sebuah alat bernama AppCenter dan aku pribadi agak bingung juga fungsi dari perkakas yang dibawanya itu. Awalnya, aku pikir dengan AppCenter tersebut aku akan dapat memasang hal-hal lain dengan mudah seperti misalnya ketika aku memakai Synaptic. Tapi ternyata bukan. Itu hanya semacam alat untuk memanajemen perangkat yang sudah terpasang.
Hal lain yang membuatku agak kurang nyaman adalah tersunatnya alat apt-add-repository. Ya, pada Loki rupa-rupanya oleh empunya tool tersebut tidak dibekalkan dari awal karena faktor keamanan, sehingga harus dipasangkan secara menual dengan aji-aji


$ sudo apt-get install software-properties-common


diakui atau tidak, Loki memang tidak selengkap keluarga Mint dalam hal aplikasi bawaan sehingga siapa saja yang ingin bekerja dengan Loki harus sejenak meluangkan waktu untuk mendandaninya dengan LibreOffice, Tweak, Gdebi, Synaptic, Inkscape dan alat-alat lain sesuai kebutuhan. Aku pribadi telah memasang banyak aksesori pada Loki, tak lain hanya karena tuntutan pekerjaan.
Ah, iya satu hal lagi yang sepertinya perlu aku ceritakan padamu soal Loki adalah performanya ketika menjalankan pantheon-files. Entah hanya terjadi pada Asus X4452E AMD E1-ku atau juga pada yang perangkat yang lain, yang jelas Loki selalu ngambek sejenak saat aku minta untuk menjalankan pantheon-files tersebut. Awalnya kupikir karena “efek desktop” yang ia pakai, tapi nyatanya tidak mengalami perbedaan yang signifikan setelah aku matikan efek tersebut. Iya, ada sih perbedaan tapi sekali lagi tidak signifikan.
Namun, ya sudahlah semoga saja ini memang terjadi pada awal-awal hubungan belaka dan akan segera melebur seiring berjalannya waktu.
Bagikan:

Wednesday, 10 August 2016

Merdeka dengan Karya

Tepat sepekan lagi Indonesia akan diperingati hari kemerdekaan ke-71 RI. Belum ada yang dapat kuberikan pada tanah tempat kuberpijak ini. Saya jadi teringat pada ucapan Cak Nun pada acara Mengenang Rendra tahun lalu, saya agak lupa redaksi persis kalimatnya. Kira-kira seperti ini, 
"Diri kita bukanlah bagian dari Indonesia, namun justru Indonesia lah yang menjadi bagian dari diri kita. Bila kita menganggap bahwa diri kita adalah bagian dari Indoenesia, maka yang ada hanyala tuntutan yang kita lontarkan. Sebaliknya, jika mengakui bahwa Indonesia adalah bagian tak terpisahkan dari diri kita, maka kita akan dengan ikhlas memberikan apapun untuk Indonesia. . ."
Di tahun 2016 ini, untuk kali pertamanya saya mencoba membuat banner sederhanana menggunakan Inkscape untuk memperingati hari kemerdekaan ke-71 RI. Selamat Ulang Tahun RI-ku!


dibuat dengan Inkscape 0.92pre1 pada Linux Mint 17.3 Rosa
Bagikan:

Saturday, 23 July 2016

Design Kalender 2017 dengan Inkscape

Selamat pagi rekan-rekan sekalian, sedikit curcol di Minggu pagi yang kurang cerah ini, beberapa waktu yang lalu ketika liburan, ibu minta dibuatkan kalender untuk toko kerudungnya. Dengan tanpa banyak alasan, saya pun mengiyakan permintaan beliau. Dan setelah beberapa menit di depan laptop, jadilah penampakan kalender sebagaimana yang terpampang di atas.
Kalender sederhana di atas dibuat menggunakan Inkscape versi 0.92.pre dengan memanfatkan ekstensi kalender yang sudah tersedia. Tinggal masukkan pengaturan dasarnya, misalnya tahun, jumlah bulan dalam satu baris, warna hari, serta awal hari yang ingin digunakan dan klik! jadi deh. Tinggal memoles dengan desain yang rekan-rekan harapkan.
Untuk desain yang saya gunakan di atas, karena saat itu memang cukup mendesak, saya menggunakan latar belakang gambar yang telah saya buat sebelumnya, sisanya tinggal peyesuaian. Untuk huruf pada bulan, saya menggunakan Lucida Caligraphy, sedangkan lainnya menggunakan Bit Stream Charter.
Semoga bermanfaat!
Bagikan:

Friday, 15 July 2016

whoismrrobot.com GUI

Sembari mengisi liburan yang sebagian habis di pesakitan, iseng-iseng membuka kembali sebuah situs yang beberapa waktu lalu sempat mebuat aku tertarik. whoismrrobot.com, ya itulah situs yang aku maksud.
Terakhir membuka situs yang berkaitan dengan serial TV MR. ROBOT ini, aku hanya mendapati mode tampilan Command Line Interface (CLI). Ketika pertama halaman pada web ini termuat, maka yang anda dapati adalah proses booting yang mirip dengan Linux Debian. Namun, aku agak lupa sebenarnya, kapan terakhir aku membuka situs tersebut.
Namun jika hari ini anda sekalian membua situs tersebut, hal yang amat berbeda akan anda dapatkan. Kini whoismrrobot.com telah menggunakan mode GUI untuk tampilab halamannya. Penilaian prbadi, Ini sungguh mengejutkan, karena awalnya saya berpikir ini hanya situs yang tak akan ada kelanjutan perkembangannya. Dan rupanya saya salah besar.
Saat anda membukan web ini maka yang kini anda dapati bukan sekedar tulisan dan layar hitam layaknya mode CLI, namun lingkungan desktop sederhana dengan terminal root yang sudah membuka dan beberapa icon di desktopnya serta jam aktif di sebelah kanan atas. Untuk detail jelasnya, silakan cek saja ke TKP.

Bagikan:

Sunday, 5 June 2016

Sekedar Coretan Lalu: The Linux User

Dan akhirnya, buku ini pun tak rampung. Jadwal kerja dan kuliah yang super menjepit untuk kali ini memang saya kambing hitamkan sebagai penyebabnya. Namun, apa boleh buat? Setelah dipikir-pikir, daripada coretan ini tidak memiliki guna apa-apa jika disimpan di hardisk, lebih baik saya bagikan saja apapun keadaanya.
Ok-lah, ini nggak profesional banget. Tapi, lagi-lagi, apa boleh buat. Toh ini juga bukan buku petunjuk yang memiliki sifat wajib untuk dibaca, bukan pula buku ilmiah yang juga harus komprehensif pembahasannya, sekali lagi: sekedar coretan lama.






Sampul depan dan Belakang dengan Inkscape :-)
Saya pribadi tidak menganjurkan siapa pun untuk membaca tulisan-tulisan dalam buku ini, namun bila memang ada yang berkenan untuk membacanya, maka saya persilakan saja untuk mengunduhnya melalui tautan ini. Dan tentu saja, terima kasih! Semoga bermanfaat
Bagikan:

Monday, 9 May 2016

Hasil SNMPTN UGM 2016

Selamat, selamat dan selamat bagi adik-adik yang telah lolos SNMPTN 2016 di Universitas Gadjah Mada. Semoga kalian tidak salah pilih dan menyesal dikemudian hari, hehehe . . . terutama yang memilih satu jurusan seperti aku di Sastra Indonesia.
Untuk info lengkap siapa-siapa saja yang lolos SNMPTN 2016 di UGM silakan cek di tautan ini, siapa tahu ada nama saudara, pacar, mantan, atau inceran kamu di sana. . . hehehe

Bagikan:

Monday, 18 April 2016

Tentang Empat Muwadaah di Guyangan (Bagian II - selesai)

"Selamat Bergembira! Namun, Jangan Hapus Panas Setahun dengan Hujan Sehari!"

Sebelum pagi, puluhan IKAMARU Jogja sudah siap sedia berada di Guyangan. Beberapa di antara mereka berangkat dini hari tadi, lantaran harus menyelesaikan beberapa pekerjaan yang tak bisa dinego untuk ditinggal. Pun demikian, tidaklah berkurang semangat mereka untuk menghadiri wisuda/muwada’ah di pondok yang merupakan tempat mereka menimba ilmu. Semua berbahagia, aku pun juga amat bahagia.

Sampailah hari pada Minggu, 17 April 2016. Hari yang akan melahirkan ratusan alumni baru dari pesantren penuh barokah, Raudlatul Ulum Guyangan. Beberapa postingan di akun media sosial aku telah penuh dengan foto-foto wisuda tahun lalu. Beberapa menulis, “Tidak terasa sudah setahun!”. Tapi (karena kurang kerjaan) aku meralat, belum setahun. Karena dulu aku dan teman-teman IKAMARU 2015 diwisuda pada tanggal 27 April 2015. Tapi, lupakanlah. Bagian ini tidak terlalu penting untuk diceritakan.

Percaya atau tidak, meski sudah diwisuda setahun yang lalu, aku baru merasakan bagaiaman euforia wisuda pada tahun ini. Lucu memang. Tapi itulah kenyataan yang ada. Begini...

Beberapa tahun sebelumnya, tepatnya ketika kelas MDPA, saat wisuda seperti ini aku belum punya banyak kenalan. Maklum, masih baru. Lagi pula saat itu aku hanya berada di pondok dan bersiap-siap untuk mengikuti pekemahan di tingkat provinsi. Kemudian, saat aku kelas X MA, pada saat yang sama, aku memiliki kewajiban untuk menjalankan tugas sebagai panitia (sama-sama tahulah tugasnya apa). Bukannya senang, di acara muwadaah saat itu aku merasa sedih dan sepi, lantaran saudara perempuan aku telah lulus dan harus pergi. 
Pada acara wisuda berikutnya, hampir-hampir aku kembali bersedih. Beberapa teman dekat, seperti Aryun dan kawan-kawan harus pula pergi. Namun, beberapa kesedihan sempat terobati dengan salam perpisahan dari seorang bernama Ratna yang sempat kudaulat punya kemiripan dengan kekasihku. Hehehe....

Dan saat acara muwadaahku sendiri, aku agak kesulitan menikmati muwadaah ini. Bagaimana tidak, saat teman-teman sedang senang-senangnya gladi bersih, bersiap berkemas-kemas untuk pulang, lagi-lagi aku harus berbeda. Ya, aku harus bersiap-siap untuk mengikuti perkemahan lagi di Pemalang bersama beberapa teman lain.

Ah, kalau teringat hari itu... Lucu sekali rasanya. Bayangkan, malam sebelum muawadaah (pada malam Minggu sekitar pukul setengah 12 malam), aku pergi ke suatu tempat untuk menjumpai pelatih tari yang mengajari beberapa rekan kemahku menari. Tarian ini nantinya akan dipentaskan pada saat pentas seni ketika kemah di Pemalang lusa dan baru kembali pada kisaran jam tiga pagi! Capek!

Alhasil, paginya dengan sedikit kantuk sisa semalam dan kebahagian yang menyesakkan dada (karena... tau lah) aku pun mengikuti prosesi wisuda. Petuah demi petuah Kyai aku simak baik-baik, karena terbesit kekhawatiran bahwa petuah-petuah itu akan menjadi petuah terakhir yang aku dapat dari Kyai Najib.
Dan setelah prosesi wisuda selesai, ketika aku melihat teman-temanku bergembira ria dengan temannya, ketika aku melihat anak-anak lain berbahagia pulang bersama keluarga mereka, aku hanya mampu melihat. Hanya sejenak saja. Aku belum bisa pulang bersama orang tuaku saat itu. Mereka pulang hanya dengan membawa beberapa barangku dan sekali lagi tanpa aku. Agak sesak juga rasanya waktu itu. Tapi apa boleh buat, inilah bentuk sayang yang sesungguhnya, pikirku saat itu.

Ya, saat kau sudah tidak lagi berada di dalam rumahmu, tapi kau masih mau membantu merawat dan menghiasnya, itulah bentuk sayang yang lebih dari sayang yang biasa. Tanpa sempat menikmati, euforia muwadaah saat itu, aku pun bergegas untuk bersiap-siap mengemas barang untuk perkemahan besok. Jadi, itulah mengapa aku baru merasakan senangnya muwadaah pada tahun ini.

Satu hal yang akhirnya kudapati adalah barokah itu bisa datang dengan sebab yang beragam, namun perjuangan yang ikhlas kupikir adalah sebab yang cukup potensial untuk memunculkan kebarokahan. Biar bagaimanapun juga, meski saat itu terasa sesak, toh pada akhirnya aku harus berterima kasih kepada YPRU yang telah memberikanku banyak sekali pengalaman berharga. Sesuatu yang amat berharga, yang mungkin tidak semua santri memilikinya. Barangkali, bila aku tidak mengambil pilihan-pilihan yang berbeda seperti yang aku ambil dulu, belum tentu aku bisa berada di tempat ini dan berkeadaan seperti saat ini. Terima kasih, para kyai YPRU!

Baca Bagian Pertama
Bagikan:

Tentang Perjalanan di Muwadaah 2016 (Bag. I dari 2 tulisan)

“IKAMARU bukan sekedar kebanggan, namun juga tantangan untuk menjadi khoirunnas anfa’uhum linnas”

Jumat kemarin, usai kuliah dan menyelesaikan beberapa kegiatan di kampus, saya menyempatkan diri untuk menghadiri acara muwada’ah di pesantren yang amat saya rindukan. Sebelum keberangkatan, sempat ada sedikit masalah soal jadwal, namun apa boleh buat bila tekad di hati sudah bulat. Dengan diantarkan oleh teman sekelas, saya pun pergi ke terminal. Dan singkatnya, sampailah juga saya di Pati sekitar pukul 22.00 dengan lelah yang bercampur bahagia.

Malam itu saya dijemput oleh salah seorang teman baik saya, seorang teman yang dulu juga berjuang bersama saya ketika masih nyantri di Guyangan, Insanul Mahfidz. Saya sering memanggilnya dengan sebutan Kajar. Di rumah Kajar-lah saya menginap malam itu.

Sembari melepas lelah, saya dan anak berperawakan tinggi kurus itu bernostalgia dengan apa yang pernah terjadi selama kami berdua bersekolah di Raudlatul Ulum. Kami berdua bukan sekedar dekat, tapi amat dekat. Kegiatan padatlah yang dulunya membuat kami saling mengenal satu sama lain hingga seperti sekarang.

Akan sangat panjang jadinya, bila saya ceritakan isi nostalgia kami berdua. Setelah sama-sama lelah, kami pun rehat dengan sendirinya. Dan sejurus kemudian, datanglah pagi di hari Sabtu.

Sabtu itu, hanya ada dua agenda besar yang benar-benar ingin saya lakukan. Pertama, berziarah ke Almaghfurulah Yi Suyuthi kemudia yang kedua adalah berkunjung ke pondok yang bertahun-tahun dulu menampung kisah dan semua kenangan saya.

Di temani Kajar, berangkatlah saya ke maqbaroh Guyangan. Tanpa diduga, beberapa teman IKAMARU dari beberapa wilayah, termasuk Semarang, Malang dan Surabaya juga sedang beberapa di sana. Usai “bersapa rindu” dengan Yi Thi dengan bacaan Surat Yasin dan Tahlil, saya dan Kajar bergegas menuju rumah salah seorang teman kami (yang juga saya kangeni), Fajrul Falah alias Jin.
Jin inilah yang dulunya juga banyak membantu saya selama di Guyangan. Orang yang lugu dan sesekali membuat perasaan jengkel lahir karena ucap dan polahnya. Dia orang yang cerdas, setidaknya nama Jin yang melekat pada dirinya bisa dijadikan sebagai bukti. Ya, Jin merupakan potongan silabel dari kata dengan bunyi JIN-ius (plesetan dari jenius). Malam ini, saya akan bermalam di rumah Jin yang letaknya tak jauh dari pondok. Sebelum ini, saya sudah sering menginap di rumah Jin. Jadi, boleh dibilang, saya cukup akrab dengan keluarga si Fajrul ini.

Sesuai rencana yang sempat saya singgung di awal tadi, setelah cukup melepas penat, usai dzuhur kami bertiga berkunjung ke pondok putra, (sekali lagi) tempat yang benar-benar saya rindukan belakangan ini. Dag dig dug rasanya, ketika kaki ini kembali menapak dan melewati gerbang hijau pondok yang dulunya sering mengunci anak-anak yang telat berangkat ke madrasah.
Setelah mendapat izin dari lurah pondok, saya pun hilang sabar untuk segera masuk ke kamar. Dan, Allah! Betapa senangnya hati ini ketika mendapati teman-teman sekamar dulu sedang berkemas-kemas hendak wisuda besok. Semua anak di kamar menyalami saya dengan wajah penuh keceriaan. Saya hampir pangling. Bagaimana tidak, anak-anak MTs yang dulu masih kecil-kecil ketika aku lulus, kini sudah nampak besar. Hampir sebesar saya!

Kamar yang penuh kenangan itu, Abdullah bin Mas’ud namanya. Letaknya amat strategis. Bila ke bawah langsung ke kamar mandi dan dapur, bila ke atas menuju ke komplek G dan lantai 4, tempat menjemur pakaian. Sedangkan jika lurus menuju ke kamar-kamar komplek E dan jika ke kanan menuju komplek d. Banyak yang berubah dari kamar ini. Mulai dari warna cat yang dulunya hijau kini menjadi merah muda, serta beberapa penataan-penataan lain terhadap hiasan kamar. Ini kamar kami!

Puas bercengkrama dengan anak-anak kamar Mas’ud, saya teringar salah seorang teman saya di MDPA yang karena suatu hal ia tidak dapat wisuda bersama saya tahun lalu. Faisal Amar. Dari bawah, saya memberi kode kepada anak di lantai tiga untuk memanggilkan Amar. Dan tidak sampai satu menit, datanglah ia. Wajahnya penuh kebahagiaan. Suara tawanya masih sama. Rambutnya saja yang agak berbeda, agak pendek bila dibandingkan rambut saya, biasanya sebaliknya, hehehe....

Kami berdua bercakap banyak hal di teras kamar Mas’ud. Hingga akhirnya ia harus pergi, karena harus mengikuti gladi bersih wisuda di madrasah. Ya Allah, semua tampak gembira hari ini. Saya yang sudah lulus ini, malah jadi ikut tidak sabar untuk mengikuti prosesi wisuda besok pagi.

Selain Amar, di kantor pondok, saya juga berjumpa dengan Gus Nabil, putra dari pengasuh pondok ini. Dari beliau, saya mendapatkan buku wirid as-Suyutiyyah yang dulu belum dicetak sebagus yang saya dapatkan ini. Selain as-Suyutiyyah, saya juga beroleh majalah Bangkit dari pentolan ISRU yang sedang berkemas-kemas hendak ke madrasah untuk mengikuti gladi bersih pula. 
Saya tidak bisa menuliskan, bagaiamana perasaan saya yang amat senang siang itu melalui tulisan ini. Rasa-rasanya, saya kesulitan mencari kata yang dapat mewakili kegembiraan saya kala itu. Tak apa, toh nantinya semua rekan-rekan IKAMARU 2016 juga pasti akan merasakannya sendiri. Perasaan bahagia ketika kembali ke pondok pesantren. Perasaan bahagia ketika dapat kembali mencium tangan guru-guru Guyangan. Perasaan bahagia-bahagia lain ketika rindu dapat dipatahkan!

Bagikan:

Wednesday, 16 March 2016

Install/Upgrade Kernel Linux 4.5 Final di Ubuntu/Mint dkk

Sejak beberapa hari yang lalu, dunia Linux mulai ramai berkabar ihwal perilisan versi stabil kernel 4.5 oleh Sang Empu Linux. Banyak pembaruan dan perbaikan yang terdapat pada kernel versi ini. Dan atas hal tersebut, saya tak berniat ingin menjelaskannya pada tulisan ini. 
Saya hanya ingin berbagi saja langkah-langkah yang mungkin bisa anda coba untuk menicipi kernel ber-code name Blurry Fish Butt ini. Ah iya, secara khusus langkah-langkah ini hanya untuk rekan-rekan yang menggunakan distro keluarga debian.

Pertama, buka terminal, buat folder baru dengan perintah

$ mkdir namafolder

Enter

Lalu masuk ke folder tersebut dengan perintah

$ cd namafolder

Lalu download ketiga file kernel bertipe *.deb melalui perintah berikut

Untuk yang menggunakan sistem 32bit

$ wget kernel.ubuntu.com/~kernel-ppa/mainline/v4.5-wily/linux-headers-4.5.0-040500_4.5.0-040500.201603140130_all.deb

$ wget kernel.ubuntu.com/~kernel-ppa/mainline/v4.5-wily/linux-headers-4.5.0-040500-generic_4.5.0-040500.201603140130_i386.deb

$ wget kernel.ubuntu.com/~kernel-ppa/mainline/v4.5-wily/linux-image-4.5.0-040500-generic_4.5.0-040500.201603140130_i386.deb
 

Untuk yang menggunakan sistem 64 bit

  • $ wget kernel.ubuntu.com/~kernel-ppa/mainline/v4.5-wily/linux-headers-4.5.0-040500_4.5.0-040500.201603140130_all.deb
  •  
  • $ wget kernel.ubuntu.com/~kernel-ppa/mainline/v4.5-wily/linux-headers-4.5.0-040500-generic_4.5.0-040500.201603140130_amd64.deb
  •  
  • $ wget kernel.ubuntu.com/~kernel-ppa/mainline/v4.5-wily/linux-image-4.5.0-040500-generic_4.5.0-040500.201603140130_amd64.deb

Setelah semua terunduh, jalankan perintah berikut untuk instalasi

$ sudo dpkg -i *.deb

Masukkan password root, lalu ENTER

Setelah selesai silakan reboot distro Anda. 

$ sudo reboot

Dan akhirnya, selamat menikmati.
Bagikan:

Saturday, 12 March 2016

Bagaimana Coba?!

Ada satu hal yang cukup menggelikan sekaligus membuat semacam ironi dalam benak saya beberapa bulan terakhir ini. Lagi-lagi ini tentang open source.

Sebagaimana yang pernah saya kisahkah sebelumnya, saya kuliah di Fakultas Ilmu Budaya UGM yang konon pernah memiliki proyek bernama Budaya Goes Open Source (BUGOS). Dan kini, proyek itu hanya tinggal nama, dan hanya menyisakan beberapa unit komputer di perpustakaan yang masih tertanam Linux Mint.

Selain BUGOS, sebenarnya di tingkat universitas juga sempat berjalan proyek UGM Goes Open Source (UGOS) namun sekali lagi teramat disayangakan proyek tersebut tak terdengar lagi gaungnya. 

Ya, MoU dengan pihak Microsoft mungkin saja adalah salah satu sebab mengapa kedua proyek ini ter-pause, jika tidak ingin dikatakan terhenti. Saya menulis ini secara subjektif dari apa yang saya ketahui di lapangan, jadi soal data empirik silakan bisa dibuktikan oleh pembaca sekalian dengan malakukan penelitian khusus jika memang diperlukan.

Sebelum tulisan ini, saya pernah juga menulis tentang hal yang senada dengan ini. Tentang kesimpangsiuran proyek FOSS di kampus. Namun, tulisan tersebut memang sengaja tidak saya posting karena beberapa alasan.

Baiklah, kembali pada kalimat pertama yang saya tulis di awal tulisan ini. Semenjak beberapa bulan lalu, form login untuk menikmati hotspot di lingkungan FIB mengalami sedikit perubahan. Sebelum masuk pada form login, kini para mahasiswa harus menyetujui beberapa peraturan terkait etika penggunaan fasilitas wifi di kampus. Ada lima poin utama yang tertuang dalam perjanjian tersebut, dan pada ini, saya fokus pada poin kelima yang menganjurkan para mahasiswa untuk menggunakan Free Open Source Software.




Saya ingin memberikan analogi kecil, ketika Anda dilarang melompati pagar namun tidak disediakan pintu atau semacamnya untuk Anda lewat, apa yang kemudian muncul di benak Anda? Bingung? Tepat sekali. Kira-kira kira itulah yang saya pribadi rasakan di lingkungan ini. Bagaimana dengan orang lain? Bukannya saya hendak berprasangka buruk, namun sepertinya meraka tak acuh soal hal ini. Bahkan mereka juga tak acuh soal perangkat yang mereka pakai. Asal menyala, tugas lancar, selesai masalah.

Entahlah, saya juga tak mengerti. Sementar, ada baiknya tulisan ini saya cukupkan dulu. Pening!
Bagikan:

Thursday, 10 March 2016

Bukan Melulu Power Point!

Baiklah, aku mulai tak tahan dengan fenomena kecil yang terjadi di sekitarku. ini persoalan sepele tapi cukup membuat telingaku geli.
Seorang teman, bahkan beberapa dosen mengatakan pada kami, “Silakan kalian buat Power Point tentang bab kedua ini, minggu depan kita diskusikan”. Lalu, tak lama kemudian seorang teman menimpali, “Eh, buatin Power Point-nya ya!”. Saya menggeleng kemudian tersenyum. 

Lewat tulisan ini, aku ingin mengingatkan, sekali lagi mengingatkan BUKAN menjelaskan, bahwa Power Point merupakan salah satu merk perangkat lunak buatan Microsoft. Sedangkan apa yang mereka bicarakan di atas sebenarnya lebih menjurus pada pembuatan presentasi BUKAN Power Point!
Ini tak ubahnya orang-orang pedesaan yang menyebut segala jenis kendaraan bermotor roda dua dengan sebutan Honda, tanpa peduli merk aslinya. Atau secara tanpa sadar melabeli segala jenis air mineral dengan nama Aqua. Dalam pembelajaran bahasa, ini disebut metonimi. 

Secara maksud, tentu saja bukanlah menjadi soal selama tidak menimbulkan kesalahan paham. Namun, akan menjadi lain bila kita membahas ihwal perangkat lunak. Jika para dosen meminta saya membuat tugas melulu dengan Power Point, maka sampai hari ini tidak akan ada tugasku yang sesuai dengan permintaan dosen itu. Bagaimana tidak, lha wong saya tidak menggunakan Ms. Office sama sekali kok. Tapi jika yang dimaksud oleh beliau adalah pembuatan presentasi, maka tentu saja ini tidak jadi soal sama sekali. Sebab untuk melakukan presentasi aku bisa menggunakan WPS Presentation, Libre Office Impress, atau bahkan file yang berformat PDF atau SWF.  

Kalau boleh mengatakan dan mengira-ngira, fenomena tersebut merupakan salah satu dampak branding yang boleh dibilang sangat berhasil. Dan ini menjadi tantangan bagi para penggiat FOSS untuk terus berjuang mempopulerkan media presentasi. Untuk hal ini, aku tak ingin berkelakar banyak tentang keuntungan yang akan diperoleh dari hal ini, namun silakan saja lihat nanti.  

Ini tak jauh beda dengan salah satu syarat yang kadang tertuang dalam perlombaan menulis yang juga kerap membuatku gatal. Misalnya dalam lomba cerpen, “Cerpen diketik dengan Ms. Word, font TNR 12 spasi satu setengah”. Memangnya semua orang pakai Ms. Word Bang?! Lagi-lagi dominasi seolah menafikan pihak lain.
Bagikan:

Wednesday, 20 January 2016

Desain Cover 100% Inkscape

Beberapa lama tidak posting, rasanya gatel juga rupanya!
Sombong-sombongnya nih, lagi sibuk sama event sastra, jadi selama Januari-Februari nanti, ya. . . begitulah bergelut dengan pementasa-pementasan sastra di Jogja. 
Seiring dengan kesibukan itu, secara tidak langsung aku juga terdesak untuk belajar banyak hal, termasuk di antaranya adalah belajar desain grafis untuk keperluan poster, katalog, id-card dan segala "tetek mbengek" lainnya.
Mau tidak mau, aku memang harus belajar.
Awalnya aku masih menggunakan Photoshop 7 untuk urusan desain, eits! jangan salah, biarpun saya pakai Photoshop tapi itu perangkat legal kok, soalnya aku beli lisensinya saat masih SMP dulu. Gila, waktu itu mahal BANGET! Tapi, yah . . . namanya idealisme bocah sih. Lambat laun, usai melihat beberapa hasil majalah Bang Ade Malsasa - ROOTMagz - aku malah jadi tertarik untuk belajar desain dengan open source software. Yups, berkenalan dan bermesraanlah  aku dengan software mungkil bernama INKSCAPE. 
Jujur saja, awalnya aku tidak mengira sama sekali bahwa inkscape bisa membantuku samapai sejauh ini. Kalau dilihat sepintas, tampilannya memamng mirip dengan Corel, namun secara jujur-jujuran saja, interface corel memang lebih menarik dibandingkan FOSS ini. Pun demikian, dengan segala kesungguhan (karena kepepet pekerjaan) akhirnya sedikit demi sedikit aku belajar menggunakan tool-tool inkscape yang tersedia. Akhirnya . . . .jreng-jreng!
Memang belum semahir para desainer, tapi setidaknya sekarang aku merasa mendapatkan hal baru dan HAHAHA, kau tahu . . . di saat sedang mendesain bersama rekan kerja, dengan laptop yang serba pas-pasan perangkatnya ini, aku bisa bekerja dengan lancar dan wus. . wus. . wus . . ., sungguh berbeda dengan rekanku yang harus menunggu laptopnya freeze beberapa saat ketika menggunakan Corel Draw, Photoshop atau Illustrator.
btw, aku ingin mengucapkan terima kasih juga nih, buat temanku, seorang desainer yang cukup berpengalaman. Meskipun dia nggak pakai FOSS, tapi dia nggak pernah tuh ngremehin FOSS, bahkan dia dukung banget aku belajar inkscape. Haha, andai saja orang-orang berpikiran luas seperti dia . . wkwkw
THANKS, FOSS!



Desain Cover dengan Inkscape
Bagikan: