Wednesday, 16 March 2016

Install/Upgrade Kernel Linux 4.5 Final di Ubuntu/Mint dkk

Sejak beberapa hari yang lalu, dunia Linux mulai ramai berkabar ihwal perilisan versi stabil kernel 4.5 oleh Sang Empu Linux. Banyak pembaruan dan perbaikan yang terdapat pada kernel versi ini. Dan atas hal tersebut, saya tak berniat ingin menjelaskannya pada tulisan ini. 
Saya hanya ingin berbagi saja langkah-langkah yang mungkin bisa anda coba untuk menicipi kernel ber-code name Blurry Fish Butt ini. Ah iya, secara khusus langkah-langkah ini hanya untuk rekan-rekan yang menggunakan distro keluarga debian.

Pertama, buka terminal, buat folder baru dengan perintah

$ mkdir namafolder

Enter

Lalu masuk ke folder tersebut dengan perintah

$ cd namafolder

Lalu download ketiga file kernel bertipe *.deb melalui perintah berikut

Untuk yang menggunakan sistem 32bit

$ wget kernel.ubuntu.com/~kernel-ppa/mainline/v4.5-wily/linux-headers-4.5.0-040500_4.5.0-040500.201603140130_all.deb

$ wget kernel.ubuntu.com/~kernel-ppa/mainline/v4.5-wily/linux-headers-4.5.0-040500-generic_4.5.0-040500.201603140130_i386.deb

$ wget kernel.ubuntu.com/~kernel-ppa/mainline/v4.5-wily/linux-image-4.5.0-040500-generic_4.5.0-040500.201603140130_i386.deb
 

Untuk yang menggunakan sistem 64 bit

  • $ wget kernel.ubuntu.com/~kernel-ppa/mainline/v4.5-wily/linux-headers-4.5.0-040500_4.5.0-040500.201603140130_all.deb
  •  
  • $ wget kernel.ubuntu.com/~kernel-ppa/mainline/v4.5-wily/linux-headers-4.5.0-040500-generic_4.5.0-040500.201603140130_amd64.deb
  •  
  • $ wget kernel.ubuntu.com/~kernel-ppa/mainline/v4.5-wily/linux-image-4.5.0-040500-generic_4.5.0-040500.201603140130_amd64.deb

Setelah semua terunduh, jalankan perintah berikut untuk instalasi

$ sudo dpkg -i *.deb

Masukkan password root, lalu ENTER

Setelah selesai silakan reboot distro Anda. 

$ sudo reboot

Dan akhirnya, selamat menikmati.
Bagikan:

Saturday, 12 March 2016

Bagaimana Coba?!

Ada satu hal yang cukup menggelikan sekaligus membuat semacam ironi dalam benak saya beberapa bulan terakhir ini. Lagi-lagi ini tentang open source.

Sebagaimana yang pernah saya kisahkah sebelumnya, saya kuliah di Fakultas Ilmu Budaya UGM yang konon pernah memiliki proyek bernama Budaya Goes Open Source (BUGOS). Dan kini, proyek itu hanya tinggal nama, dan hanya menyisakan beberapa unit komputer di perpustakaan yang masih tertanam Linux Mint.

Selain BUGOS, sebenarnya di tingkat universitas juga sempat berjalan proyek UGM Goes Open Source (UGOS) namun sekali lagi teramat disayangakan proyek tersebut tak terdengar lagi gaungnya. 

Ya, MoU dengan pihak Microsoft mungkin saja adalah salah satu sebab mengapa kedua proyek ini ter-pause, jika tidak ingin dikatakan terhenti. Saya menulis ini secara subjektif dari apa yang saya ketahui di lapangan, jadi soal data empirik silakan bisa dibuktikan oleh pembaca sekalian dengan malakukan penelitian khusus jika memang diperlukan.

Sebelum tulisan ini, saya pernah juga menulis tentang hal yang senada dengan ini. Tentang kesimpangsiuran proyek FOSS di kampus. Namun, tulisan tersebut memang sengaja tidak saya posting karena beberapa alasan.

Baiklah, kembali pada kalimat pertama yang saya tulis di awal tulisan ini. Semenjak beberapa bulan lalu, form login untuk menikmati hotspot di lingkungan FIB mengalami sedikit perubahan. Sebelum masuk pada form login, kini para mahasiswa harus menyetujui beberapa peraturan terkait etika penggunaan fasilitas wifi di kampus. Ada lima poin utama yang tertuang dalam perjanjian tersebut, dan pada ini, saya fokus pada poin kelima yang menganjurkan para mahasiswa untuk menggunakan Free Open Source Software.




Saya ingin memberikan analogi kecil, ketika Anda dilarang melompati pagar namun tidak disediakan pintu atau semacamnya untuk Anda lewat, apa yang kemudian muncul di benak Anda? Bingung? Tepat sekali. Kira-kira kira itulah yang saya pribadi rasakan di lingkungan ini. Bagaimana dengan orang lain? Bukannya saya hendak berprasangka buruk, namun sepertinya meraka tak acuh soal hal ini. Bahkan mereka juga tak acuh soal perangkat yang mereka pakai. Asal menyala, tugas lancar, selesai masalah.

Entahlah, saya juga tak mengerti. Sementar, ada baiknya tulisan ini saya cukupkan dulu. Pening!
Bagikan:

Thursday, 10 March 2016

Bukan Melulu Power Point!

Baiklah, aku mulai tak tahan dengan fenomena kecil yang terjadi di sekitarku. ini persoalan sepele tapi cukup membuat telingaku geli.
Seorang teman, bahkan beberapa dosen mengatakan pada kami, “Silakan kalian buat Power Point tentang bab kedua ini, minggu depan kita diskusikan”. Lalu, tak lama kemudian seorang teman menimpali, “Eh, buatin Power Point-nya ya!”. Saya menggeleng kemudian tersenyum. 

Lewat tulisan ini, aku ingin mengingatkan, sekali lagi mengingatkan BUKAN menjelaskan, bahwa Power Point merupakan salah satu merk perangkat lunak buatan Microsoft. Sedangkan apa yang mereka bicarakan di atas sebenarnya lebih menjurus pada pembuatan presentasi BUKAN Power Point!
Ini tak ubahnya orang-orang pedesaan yang menyebut segala jenis kendaraan bermotor roda dua dengan sebutan Honda, tanpa peduli merk aslinya. Atau secara tanpa sadar melabeli segala jenis air mineral dengan nama Aqua. Dalam pembelajaran bahasa, ini disebut metonimi. 

Secara maksud, tentu saja bukanlah menjadi soal selama tidak menimbulkan kesalahan paham. Namun, akan menjadi lain bila kita membahas ihwal perangkat lunak. Jika para dosen meminta saya membuat tugas melulu dengan Power Point, maka sampai hari ini tidak akan ada tugasku yang sesuai dengan permintaan dosen itu. Bagaimana tidak, lha wong saya tidak menggunakan Ms. Office sama sekali kok. Tapi jika yang dimaksud oleh beliau adalah pembuatan presentasi, maka tentu saja ini tidak jadi soal sama sekali. Sebab untuk melakukan presentasi aku bisa menggunakan WPS Presentation, Libre Office Impress, atau bahkan file yang berformat PDF atau SWF.  

Kalau boleh mengatakan dan mengira-ngira, fenomena tersebut merupakan salah satu dampak branding yang boleh dibilang sangat berhasil. Dan ini menjadi tantangan bagi para penggiat FOSS untuk terus berjuang mempopulerkan media presentasi. Untuk hal ini, aku tak ingin berkelakar banyak tentang keuntungan yang akan diperoleh dari hal ini, namun silakan saja lihat nanti.  

Ini tak jauh beda dengan salah satu syarat yang kadang tertuang dalam perlombaan menulis yang juga kerap membuatku gatal. Misalnya dalam lomba cerpen, “Cerpen diketik dengan Ms. Word, font TNR 12 spasi satu setengah”. Memangnya semua orang pakai Ms. Word Bang?! Lagi-lagi dominasi seolah menafikan pihak lain.
Bagikan: